59% Marketer Global Meyakini AI Adalah Masa Depan Pemasaran

Jakarta, FORTUNE - Kecerdasan buatan (AI) telah menjelma menjadi elemen sentral dalam strategi pemasaran global. Tidak lagi sekadar alat pendukung, AI kini menjadi penggerak utama dalam menciptakan personalisasi, efisiensi, dan keputusan berbasis data. Hal ini tercermin dalam laporan tahunan Nielsen 2025 bertajuk "From chaos to clarity, unlocking the power of data driven marketing" yang menyurvei 1.400 profesional pemasaran di seluruh dunia.
“Dalam lima tahun ke depan, tangan manusia bahkan tak akan menyentuh rencana media lagi,” ujar Brian Lesser, CEO GroupM, dalam laporan tersebut. Pernyataan yang provokatif ini menyoroti arah masa depan pemasaran: otomatisasi total dengan dukungan AI.
Di tengah lanskap pemasaran yang terus berubah, kecerdasan buatan (AI) muncul sebagai teknologi yang paling menjanjikan dan berdampak nyata. Menurut laporan tahunan Nielsen 2025, sebanyak 59 persen pemasar global menilai AI untuk personalisasi dan optimasi kampanye sebagai tren industri paling berdampak hingga tahun 2025—melampaui tren pemasaran berkelanjutan (51 persen) dan konten influencer yang autentik (47 persen).
Tren ini mencerminkan pergeseran paradigma, yakni dari pemasaran massal ke pendekatan yang lebih terarah, relevan, dan efisien. AI memungkinkan pemasar untuk tidak hanya memahami siapa audiens mereka, tetapi juga menyampaikan pesan yang tepat pada waktu yang tepat, tanpa harus menaikkan biaya operasional secara drastis.
Menariknya, adopsi AI tidak hanya terjadi di perusahaan besar. Banyak bisnis dengan anggaran terbatas pun mulai mengandalkan AI sebagai cara untuk memaksimalkan efisiensi dan dampak. Di kawasan Asia-Pasifik, 62 persen pemasar kini memprioritaskan penggunaan AI untuk personalisasi—angka yang hampir menyamai Amerika Latin (63 persen) dan Amerika Utara (60 persen). Fakta ini menunjukkan bahwa pemanfaatan AI telah menjadi fenomena lintas pasar, lintas wilayah, dan lintas skala bisnis.
Dengan kapabilitas yang terus berkembang, AI tidak lagi sekadar alat bantu, tetapi telah menjelma menjadi landasan baru dalam strategi pemasaran modern. Bagi banyak pemasar, ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga relevansi dan daya saing jangka panjang.
AI mengambil alih peran dari prediksi hingga eksekusi

Kecerdasan buatan kini telah melampaui perannya sebagai alat bantu analisis dan memasuki wilayah eksekusi nyata dalam strategi pemasaran. Bukan lagi sekadar memprediksi perilaku konsumen, AI kini menjadi pelaksana utama dalam berbagai aktivitas inti pemasaran. Laporan Nielsen menunjukkan bahwa 47 persen perusahaan telah memanfaatkan AI untuk membuat konten secara otomatis, mulai dari salinan iklan hingga elemen visual yang disesuaikan dengan audiens.
Selain itu, sebanyak 44 persen perusahaan menggunakan AI untuk segmentasi pelanggan yang lebih canggih, mengelompokkan konsumen berdasarkan perilaku, preferensi, hingga konteks waktu secara real-time. AI juga membantu dalam mengevaluasi efektivitas pesan dan visual dalam kampanye, dengan 43 persen pemasar mengandalkannya untuk menilai elemen kreatif yang paling beresonansi dengan audiens.
Kemampuan AI untuk membaca emosi dan opini publik pun semakin dimaksimalkan. Sebanyak 39 persen perusahaan kini menggunakan analisis sentimen berbasis AI untuk menangkap reaksi konsumen dari media sosial dan umpan balik digital. Bahkan dalam aspek paling kompleks—yakni memprediksi langkah pelanggan berikutnya dalam perjalanan konsumen—sebanyak 46 persen pemasar telah memanfaatkan AI untuk mengarahkan strategi personalisasi dengan tingkat presisi yang sebelumnya tak terbayangkan.
Salah satu contoh implementasi AI yang paling mencolok datang dari Delta Airlines, yang pada 2025 meluncurkan fitur Delta Concierge dalam aplikasi Fly Delta. Didukung oleh AI, fitur ini menciptakan momen-momen perjalanan yang dirancang khusus untuk setiap pengguna, memungkinkan pengalaman yang mulus, personal, dan dikendalikan langsung oleh pelanggan. Dengan sistem ini, Delta tidak hanya menawarkan layanan, tetapi juga membangun hubungan yang intuitif dan adaptif dengan setiap penumpangnya.
AI membantu pemasar lebih kompetitif

Perubahan regulasi privasi dan rencana penghapusan cookie pihak ketiga mendorong pemasar beralih ke AI berbasis data internal (first-party) dan sinyal kontekstual. Sebanyak 42 persen pemasar global menyadari bahwa masa depan personalisasi tidak bisa lagi bergantung pada pelacakan tradisional.
Setengah dari perusahaan global kini memakai AI untuk quality assurance dalam pengukuran kampanye. AI memungkinkan pemrosesan data dalam jumlah besar, menyaring informasi yang relevan, dan menghasilkan wawasan yang dapat langsung ditindaklanjuti.
Meski demikian, laporan Nielsen mencatat bahwa hanya 32 persen pemasar global yang saat ini dapat mengukur kampanye lintas media secara holistik. Ini menunjukkan tantangan besar dalam mengintegrasikan saluran digital dan tradisional dalam satu kerangka pengukuran yang utuh.
Dalam iklim ekonomi yang penuh ketidakpastian dan perubahan perilaku konsumen yang cepat, AI terbukti menjadi alat paling kuat bagi pemasar untuk tetap kompetitif. Mereka yang mampu memadukan kecerdasan buatan dengan strategi berbasis nilai dan pengalaman manusia akan berada di garis depan industri.
“Marketer masa kini bukan hanya butuh data—mereka butuh akurasi, relevansi, dan kejelasan. AI membantu mereka mendapatkannya,” tulis Nielsen dalam laporan tersebut.