Jakarta, FORTUNE - Industri Film Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dengan berbagai indikator yang menunjukkan tren positif berkelanjutan, mulai dari peningkatan preferensi pada film lokal, dominasi genre drama dan horor, serta peran penting rumah produksi besar dan platform streaming.
Andre Layarda dan Tirta Citradi, Analis dari PT Samuel Tumbuh Bersama dalam laporannya, menuliskan salah satu tren paling mencolok dalam industri film Indonesia adalah meningkatnya preferensi penonton terhadap film-film lokal. “Dari Januari-Mei 2024, total penonton bioskop di Indonesia mencapai lebih dari 40 juta. Sebanyak 31 juta orang atau sekitar 75 persen, pernah menonton film buatan rumah produksi lokal,” tulis mereka dalam laporan yang diterima Fortune Indonesia, Jumat (7/6).
Menurut mereka, pencapaian ini adalah kali pertama terjadi dalam sejarah industri film nasional sekaligus menunjukkan peningkatan luar biasa dari popularitas produk film lokal. “Peningkatan preferensi film lokal ini terjadi setelah pandemi Covid-19 berlalu. Lebih dari 50 persen penonton bioskop memilih menonton film lokal daripada film asing,” seperti dikutip dari laporan. “Padahal, sebelum pandemi, pangsa pasar penonton film lokal selalu di bawah 40 persen.”
Laporan ini juga menunjukkan bahwa film lokal dengan penonton lebih dari satu juta penonton terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013, jumlah film lokal dengan penonton lebih dari 1 juta hanya mencapai 2 persen dari total film yang tayang di bioskop. Namun, pada 2023, proporsi film lokal dengan penonton lebih dari 1 juta mencapai 22,5 persen.
Dominasi genre horor dan drama
Pada lima bulan pertama 2024, proporsi film lokal dengan penonton lebih dari 1 juta penonton memang baru mencapai 16,3 persen, namun beberapa film lokal berhasil meraih status film blockbuster dan masuk dalam 3 besar film terlaris sepanjang tahun, di antaranya adalah Agak Laen (komedi) dengan jumlah penonton mencapai 9,1 juta; Siksa Kubur dan Badarawuhi di Desa Penari (horor) yang sudah tembus hampir 4 juta penonton.
Genre drama dan horor mendominasi preferensi penonton Indonesia. Hal ini mencerminkan selera budaya masyaraka yang dinamis dan beragam di tengah penonton Indonesia.
Dari 50 film terlaris dalam sejarah perfilman Indonesia, 43 persen adalah film drama dan 37 persen adalah film horor. Popularitas genre horor, khususnya, telah meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir, dengan pangsa pasar mencapai lebih dari 55 persen, berdasarkan jumlah penonton.
“Contoh nyata adalah film ‘KKN di Desa Penari’ yang menjadi film terlaris dalam sejarah perfilman Indonesia, ditonton oleh lebih dari 10 juta penonton dan menghasilkan pendapatan sekitar US$26 juta pada tahun 2022,” kata Andre dan Tirta dalam laporan tersebut.
Rumah produksi dan platform streaming
Pasar film blockbuster di Indonesia didominasi oleh tiga rumah produksi utama, yakni MD Pictures, Falcon Pictures, dan Rapi Films. MD Pictures memimpin pasar dengan pangsa 25,8 persen dan telah sukses menghasilkan banyak film blockbuster.
“Keberhasilan rumah produksi ini terletak pada pemahaman mendalam mereka terhadap selera pasar lokal, proses kreatif yang inovatif, serta strategi promosi dan pemasaran yang efektif,” dalam riset Samuel Tumbuh Bersama.
Platform streaming juga memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan industri film Indonesia. Sebelum 2021, konten lokal hanya menyumbang kurang dari 20 persen dari pangsa pasar video streaming premium di Indonesia–seperti Netflix. Namun, pada 2022, segmen ini meningkat signifikan, melampaui 20 persen dan menunjukkan peluang besar untuk memperluas pasar, dengan meningkatkan produksi konten lokal Indonesia.
Proyeksi ke depan
Melihat berbagai antusiasme penonton Indonesia dan pencapaian bisnis film lokal, PT Samuel Tumbuh Bersama memproyeksikan pertumbuhan industri konten Indonesia positif, dengan estimasi pertumbuhan tahunan sebesar 17,6 persen selama lima tahun ke depan, mencapai US$2,7 miliar atau sekitar Rp43,74 triliun (kurs Rp16.199,70 per dolar AS).
“Pertumbuhan ini didorong oleh pembukaan kembali bioskop, peningkatan langganan OTT (Over The Top), dan proses kreatif yang dinamis. Biaya produksi konten di Indonesia yang relatif murah dibandingkan dengan Hollywood juga memberikan margin keuntungan yang signifikan,” catat mereka.
Selain itu, proyeksi pertumbuhan ini juga didukung oleh diversifikasi saluran distribusi, yang memastikan profitabilitas proyek yang berkelanjutan. Sebuah film yang ditayangkan di bioskop dapat dijual atau dilisensikan ke platform OTT dan/atau TV, menjadikannya investasi yang menguntungkan.