Jakarta, FORTUNE –Perusahaan induk holding farmasi PT Bio Farma (Persero) Tbk akan menerima manfaat dari transfer teknologi vaksin berbasis mRNA (messenger RNA). Hal ini akan mendukung perseroan sebagai salah satu pusat produksi vaksin Covid-19 di kawasan Asia Tenggara usai ditunjuk organisasi kesehatan dunia (WHO).
Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma (Persero), Bambang Heriyanto, mengatakan pihaknya siap untuk memproduksi vaksin mRNA. “Saat ini prosesnya masih ada di transfer teknologi dulu dari WHO. Namun, saat ini masih di tahap pengembangan, setelah itu berhasil, baru kami akan masuk ke tahap produksi,” ujarnya saat dihubungi Fortune Indonesia, Jumat (25/2).
Bambang menambahkan bahwa teknologi pengembangan vaksin berbasis mRNA ini tidak hanya dapat digunakan untuk membuat vaksin Covid-19, tapi juga vaksin virus lain yang berpotensi merebak di masa mendatang. “Yang penting, teknologi ini yang harus kami kuasai,” ucapnya.
Tantangan yang akan dihadapi
Heriyanto memperkirakan, pada sudah memasuki tahap produksi, tantangan terbesar yang dihadapi adalah suplai bahan baku yang cukup sulit apalagi dalam situasi global seperti saat ini.
“Banyak juga negara-negara maju yang ikut mengembangkan. Kalau teknologinya sama, berarti bahan bakunya mirip-mirip yang digunakan. Nah, ini biasanya jadi agak sulit untuk mendapatkannya,” ucapnya.
Selain itu, pada tahap uji klinis–bila digunakan untuk membuat vaksin Covid-19–maka tantangan berikutnya adalah saat mencari relawannya. “Karena sebagian besar masyarakat kan sudah divaksin,” katanya menjelaskan.
Apa itu vaksin berbasis mRNA?
Bambang menjelaskan, vaksin mRNA adalah salah satu jenis vaksin yang dikembangkan teknologi untuk mengakomodir varian baru. Berbeda dengan vaksin yang biasa dikenal menggunakan virus atau kuman yang telah dilemahkan, mRNA menggunakan komponen materi genetic yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tersebut.
“Kalau mRNA itu menggunakan bagian yang antigeniknya saja, misalnya bagian-bagian tertentu dari virus atau kuman itu saja, bukan keseluruhan tubuh virus tersebut,” kata Bambang menyederhanakan penjelasannya.
Setelah disuntikkan ke otot tubuh manusia, mRNA akan ditangkap oleh sel imun dan sistem kekebalan tubuh akan menghasilkan antibodi yang spesifik untuk melawan virus yang menjangkit. Dengan demikian, saat vaksin mRNA sudah diterapkan, diharapkan tubuh akan lebih cepat mendeteksi dan segera menghancurkan virus yang masuk ke dalam tubuh.
Sejalan dengan target membangun pusat informasi genome sequencing
Teknologi mRNA, menurut Bambang, sejalan dengan upaya Kementerian Kesehatan, yang ingin menciptakan sebuah pusat informasi genome sequencing dari virus seperti Covid-19.
“Memahami Genome sequencing itu sangat penting sekali untuk menghadapi pandemi yang disebabkan oleh virus. Teknologi mRNA ini bisa mendukung untuk tahu susunan genetik virus yang diambil dari sebagian tubuh virus, kita (Indonesia) bermainnya harus sudah di level itu,” kata Bambang.
Nantinya Indonesia dapat menjadi pusat informasi bagi negara-negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara, terkait dengan materi genetik dari virus yang berguna dalam pengembangan vaksin.
“Kita bisa jadi lebih maju di bidang riset genetik virus ini dan bisa mendorong pemerataan akses vaksin, termasuk teknologinya,” ujarnya.
Transfer teknologi kesehatan jadi proritas pemerintah
Sebelumnya,Menteri BUMN, Erick Thohir, menyampaikan bahwa pemerintah mempercayakan pengembangan teknologi mRNA ini kepada Bio Farma. Menurutnya, induk holding BUMN farmasi yang jadi manufaktur vaksin terbesar di Asia Tenggara itu sudah mencapai kapasitas produksi hingga 3,2 miliar, meliputi 14 jenis vaksin yang telah diekspor ke 150 negara.
Sejalan dengan fokus Indonesia di Presidensi G20 untuk membangun arsitektur kesehatan global, maka pemerataan vaksin hingga transfer teknologinya harus jadi prioritas.
“Karena ketika kita bicara tentang kesehatan, kita tidak hanya bicara tentang kegiatan kesehatan semata, tapi kita juga bicara tentang ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain,” ujarnya.