Jakarta, FORTUNE – Sutradara, Joko Anwar, mengungkapkan peluang dan akses untuk mendapatkan Investasi film di Indonesia masih terbuka lebar dan cukup mudah didapat.
Hal ini salah satunya disebabkan, ketertarikan orang untuk berinvestas di produksi film masih cukup besar.
“Masih banyak orang yang memiliki uang pribadi, baik secara personal maupun dalam rupa perusahaan modal ventura, di mana orang-orang mengumpulkan uang mereka di dalam satu entitas yang dijadikan perusahaan untuk pembiayaan film,” kata Joko dalam screening karya film terbarunya, Siksa Kubur, di Epicentrum XXI, Rabu (3/4).
Joko tak menampik masih ada beberapa produsen film yang kesulitan mendapatkan pendanaan produksi filmnya. Namun, seiring pertumbuhan industri Film Indonesia, ia yakin ke depan akan makin banyak lagi investor yang tertarik berinvestasi di karya-karya film nasional.
Joko meniturkan, secara umum, film di Indonesia tidak saling bersaing layaknya pertandingan olahraga atau ajang pencarian bakat. Alur cerita yang relevan dengan kehidupan para penonton diyakini menjadi salah satu faktor sebuah film bisa diminati penonton. “Bagaimana melibatkan penonton, di mana penonton merasa relate dengan cerita yang ditawarkan,” ujarnya. “Yang dipertahankan di bioskop adalah yang penontonnya tetap ada.”
Horor masih jadi primadona
Joko mengamini bahwa saat ini genre film horor masih jadi primadona di Indonesia. Terbukti dengan beberapa film bergenre horor yang sukses di pasar. “Ketika film Indonesia masih sangat ‘muda’, sudah ada film horor Indonesia di tahun 1934 yang berjudul ‘Dua Siluman Ular Putih dan Hitam’. Itu adalah film Indonesia pertama yuang bisa diekspor ke Singapura,” katanya.
Sejak masa tersebut, film Indonesia terus berkembang dan genre horor selalu ada, menjadi jenis yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia dari masa ke masa.
Menurut Joko, hal ini tak lepas dari keberagaman suku bangsa di Indonesia, yang masing-masing memiliki cerita rakyatnya sendiri. Situasi ini membuat Indonesia jadi negara yang punya sumber kepustakaan horor yang besar.
Hal ini bisa menjadi kekuatan industri film Indonesia, untuk bisa menguatkan pengaruhnya secara global. Meski begitu, fleksibilitas dan keberanian untuk berinovasi dengan genre horor harus terus diupayakan, supaya genre horor Indonesia bisa terus bersaing dengan film-film negara lain yang berkembang dengan pesat.
“Harus fresh, karena kalau tidak, nanti bisa ditinggalkan oleh penonton di Indonesia. Makanya, saya membuat film Siksa Kubur, dengan maksud menghadirkan film horor yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Jadi, kami ingin menawarkan sesuatu yang lebih dari sisi penceritaan, dan kami ingin ada kebaruan di situ. Kebaruan jadi kata kunci untuk membuat sebuah industri yang berkelanjutan,” kata Joko.
Siksa Kubur rilis saat Lebaran 2024
Film ‘Siksa Kubur’ yang baru akan dirilis pada 11 April 2024, menghadirkan cerita yang menyentuh hati dan mengingatkan pentingnya komunikasi, pengertian, dan kehangatan keluatga, alih-alih hanya memunculkan adegan seram dan mengagetkan.
“Dengat tayangnya film ‘Siksa Kubur’ di momen Lebaran, semoga bisa memberikan bahan renungan bagi kita semua. Selama ini mungkin saja kita menormalisasi dosa, dengan menonton film ini, kita diajak untuk me-reset lagi,” kata Joko.
Bicara biaya produksi ‘Siksa Kubur’, ia mengaku alokasi terbesar terdapat pada biaya sewa lokasi, seperti set tempat, properti, dan pendukung produksi lainnya. “Tantangan selama produksi mungkin mencari lokasi, itu yang paling sulit, karena di skenario ada terowongan, akhirnya kami menemukan terowongan Juliana di jawa Barat, yang didirikan tahun 1914,” katanya.
Dengan film ini, Joko mengaku tak memiliki target khusus. Rencananya, Siksa Kubur akan tayang bersamaan dengan momen libur Lebaran 2024.
Ia pun mengungkapkan perihal kemungkinan film tersebut masuk dan mengikuti ajang Festival Film di dalam maupun luar negeri.