Jakarta, FORTUNE – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia)mendorong para pelaku usaha dan industri merealisasikan target emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) di setiap rantai nilai industri.
Ketua Tim Kerja Harian Kadin Net Zero Hub, M. Yusrizki, mengatakan Kadin memulainya dengan mendirikan Net Zero Hub sebagai enabling ecosystem bagi perusahaan di sektor publik maupun swasta, yang berkomitmen lakukan dekarbonisasi atau pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 29 persen 2030, sesuai dengan Paris Agreement.
“Kami memberikan pelatihan, misalnya tentang apa itu GHG (Green House Gas) Protocol, Gas Rumah Kaca itu kayak apa ngitungnya. Kami juga mendorong pelaku usaha untuk adopsi standar internasional (Science Based Target Initiative/SBTI), karena kita nggak punya standar lain,” kata Yusrizki dalam acara Industrial Decarbonization, di The Westin, Rabu (14/9) malam.
Kadin Net Zero Hub merupakan sarana bagi dunia bisnis untuk membangun kemitraan strategis dan ekosistem Net Zero di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu perusahaan yang ada dalam merencanakan, menjalankan, serta melaporkan berbagai aksi dalam mencapai NZE.
Sudah ada lebih dari 50 perusahaan
Kadin Net Zero Hub saat ini telah menjaring komitmen 50 perusahaan. Perusahaan tersebut masih dalam masa inkubasi sebelum nantinya dinyatakan lulus dari Net Zero Hub dan menerapkan berbagai program yang mereka miliki dalam mencapai NZE.
Ke depan, Kadin juga akan terus melakukan pendampingan bagi perusahaan tersebut dan diharapkan jumlahnya semakin bertambah, seiring perhelatan forum G20 di Indonesia. “Jadi, kami mentargetkan ada 100 perusahaan Indonesia di G20 Summit nanti, yang akan merayakan komitmen mereka dalam menerapkan komitmen NZE di Indonesia,” kata Yusrizki.
Urgensi dunia usaha dan industri
Menurutnya, persoalan NZE tak hanya menjadi perhatian di ranah pemerintah Indonesia, tapi juga masyarakat dan dunia usaha. Ke depan, dunia bisnis di seluruh dunia akan sangat fokus pada isu keberlanjutan usaha dan upaya pengurangan emisi karbon.
Walau persoalan komitmen untuk menurunkan emisi dunia hingga nol saat ini bersifat sukarela, namun sejumlah negara sudah menerapkan kebijakan karbon dalam kegiatan ekspor impor mereka. “Jadi, kalau kita masukan barang ke negara-negara tersebut, maka kita akan kena biaya tambahan berupa pajak, dan barang kita jadi tidak kompetitif,” ujarnya.
Saat ini, kata Yusrizki, banyak perusahaan yang mulai mengubah kebijakan internal untuk mendukung NZE 2060 karena khawatir kehilangan konsumen, investor dan kreditur atau dukungan dari lembaga keuangan yang mulai menolak untuk memberi pelayanan pada perusahaan yang masih mengutamakan energi fosil.
"Ada ketakutan mereka tidak lagi menjadi bagian dari rantai pasokan global. Karena international trade-lah yang langsung menjadi senjata,” ujarnya.
Tantangan mindset
Gerakan Net Zero dapat diterapkan di semua sektor industri. Oleh sebab itu, Kadin Indonesia merancang program ini secara inklusif agar langkah transisi ke energi terbarukan bisa dilakukan oleh semua usaha dan industri, sekalipun itu sektor pertambangan.
Namun, ujar Yusrizki, yang masih menjadi tantangan besar adalah mengubah mindset para pelaku industri. “Mereka masih melihat bahwa transisi menuju Net Zero Company itu menambah biaya bisnis mereka, padahal justru banyak aksi mitigasi yang memberikan penghematan biaya,” katanya.