Jakarta, FORTUNE – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) melihat subsektor ekonomi kreatif Kriya dan Wastra (fesyen) menargetkan Business Matching bisa mencapai nilai transaksi Rp60 miliar.
Deputi Bidang Kewirausahaan KemenKopUKM, Siti Azizah, mengatakan bahwa program business matching ini ditujukan bagi startup di industri kriya dan wastra, dan akan jadi bagian dari event Cerita Nusantara yang diadakan pada 28 November 2023. “Sementara ini ada beberapa potensi investor dan siap untuk bertemu dengan para kolaborator di acara ini,” ujarnya, Kamis (23/11).
Pada akhir 2022, ekspor kerajinan asal Indonesia sudah menembus US$949 juta atau sekitar Rp14,78 triliun (kurs Rp15.576,93 per dolar AS). Angka ini tumbuh signifikan dibandingkan ekspor tahun 2016 yang masih berada di angka US$747 juta atau sekitar Rp11,63 triliun.
Sementara, pangsa pasar kerajinan Indonesia memenuhi 2,5 persen dari pasar dunia. Dari kontribusi tersebut, subsektor wastra mencatatkan kontribusi hingga 61,6 persen, sementara kriya 30,95 persen. “Jika bisa dimaksimalkan, tentu angka ini akan terus meningkat ke depannya,” kata Azizah.
Meski sub sektor di ekonomi kreatif terbagi cukup banyak, namun memang sektor wastra dan kriya dipandang sebagai yang terbesar dan bisa menjadi unggulan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini akan meningkatkan perkembangan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang njuga dipersiapkan mampu merambah pasar mancanegara.
Cerita Nusantara
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa melalui program Cerita Nusantara, pemerintah berupaya untuk mengapresiasi sekaligus membuat selebrasi seluruh ekosistem di sektor wastra dan kriya. Apalagi industri ini berperan strategis sebagai agreagator UMKM di Indonesia.
Peran agregator, menurut Teten menjadi penting, terutama dalam enajaga eksistensi dan keberlanjutan bisnis wastra dan kriya di Indonesia. Oleh sebab itu, acara seperti Cerita Nusantara dipandang bisa memberikan gambaran menyeluruh kepada masyarakat dan dunia, “Terkait inisiatif dalam membangun ekosistem usaha wastra dan kriya yang luar biasa,” katanya.
Menurutnya, wastra dan kriya yang menjadi bagian dari gaya hidup sedang berkembang pesat. Sehingga bila tidak cepat diantisipasi melalui enabler-enabler yang andal untuk menggerakkan industri tersebut, maka Indonesia akan kehilangan momentum.
“Dengan kegiatan ini industri kriya dan wastra Indonesia akan terus bangkit sambil diiringi lahirnya wirausaha-wirausaha di bidang kriya dan wastra yang tangguh melalui ekosistem yang telah ada, sehingga dapat menciptakan karya-karya adiluhung yang akan menyampaikan kepada dunia tentang kekayaan nusantara," kata Menteri Teten.
Pembiayaan
Menurut Teten, Indonesia memiliki ekosistem industri wastra dan kriya, bahkan sudah teruji selama puluhan tahun. Dari sisi fondasi industri, sebenarnya kriya dan wastra sudah sangat kuat. Namun, salah satu masalah yang dihadapi oleh para pelaku industri kriya dan wastra, adalah pembiayaan.
Untuk itu, pemerintah melalui KemenkopUKM pun berupaya untuk mempermudah pembiayaan bagi para pelaku industri di sektor kriya dan wastra. “Saya sudah memulai untuk membuat kebijakan, misalnya KUR (Kredit Usaha Rakyat) Klaster. Para pelaku industri tak lagi harus perorangan mengajukan anggaran, pakai kolateral pula. Tapi, sampai saat ini saya masih harus tarung dengan lembaga keuangan,” ujar Teten.
Ke depan, program pendampingan yang biasanya dilakukan pemerintah tak akan lagi menggunakan model lama yang fokus pada pembinaan semata, namun akan lebih melibatkan inkubator dari pihak swasta. “Kami support inkubatornya, karena mereka yang lebih tahu dari sektor bisnisnya,” ujarnya. “Jadi, apa yang kami biayai sudah sesuai dengan permintaan pasar.”
Dengan sistem klaster, pembiayaan akan lebih mudah dan membuat UMKM di sektor kriya dan wastra bisa terus bertumbuh pesat. Para pelaku industri ini pun tak lagi harus memikirkan cara mengembangkan produknya, bahan baku bisa langsung dipasok, sampai marketing pun akan mendapat dukungan yang mudah.
“Pemerintah sebenarnya tidak ingin membuat sesuatu yang baru, tapi bagaimana bisa mendorong (industri kreatif) yang sudah ada ini dan mensinergikannya, sehingga menjadi sebuah ekosistem yang terhubung,” katanya.