Jakarta, FORTUNE – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan bahwa kemitraan antara industri skala besar dengan Industri Kecil dan Menengah (IKM) mampu mengantisipasi dampak kelesuan ekonomi ekonomi dunia.
“Upaya ini dapat meningkatkan kemandirian rantai pasok di dalam negeri, mendukung Program Substitusi Impor, serta menjaga agar industri masih bisa tumbuh sehat untuk berproduksi,” kata Agus seperti dikutip dari laman resmi kemenperin, Rabu (2/11).
Agus mengatajan, industri menghadapi tantangan berupa lesunya pasar tujuan ekspor imbas pelemahan ekonomi sejumlah negara, seperti China, Amerika Serikat, dan Eropa. Hal ini berdampak pada penyerapan beberapa produk ekspor unggulan, seperti tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.
Perkuat pasar domestik
Untuk menghadapi situasi ekspor yang mulai terdampak pelemahan ekonomi di sejumlah negara tujuan, pemerintah mendorong penguatan pasar dalam negeri untuk mampu menyerap produk-produk industri lokal, termasuk dengan cara pengoptimalan belanja pemerintah melalui Program Peningkatan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Di sisi lain, industri juga dibayangi harga input tinggi yang dapat menurunkan daya saing produknya. “Selain bahan baku yang semakin mahal, pasokannya juga masih belum lancar,” kata Menperin.
Jaga kepercayaan pelaku industri
Dalam situasi ini, pemerintah perlu menjaga kepercayaan diri para pelaku industri dalam menjalankan usahanya di tanah air. Terlebih, selama 14 bulan berturut-turut, PMI manufaktur Indonesia konsisten tetap di jalur ekspansif atau masih bergeliat di tengah tekanan ekonomi global.
Hal ini tercermin dari laporan S&P Global yang menunjukkan capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Oktober yang berada di level 51,8 atau pada posisi di atas 50,0 yang menandakan sektor manufaktur dalam tahap ekspansif.
PMI manufaktur Indonesia pada bulan Oktober masih tercatat lebih tinggi dari PMI manufaktur dunia (49,8), dan beberapa negara manufaktur global seperti China (49,2), Jerman (45,7), Jepang (50,7), dan Korea Selatan (47,3). Bahkan, di sejumlah negara ASEAN, PMI manufatur Indonesia juga unggul daripada PMI manufaktur Vietnam (50,6), Malaysia (48,7), dan Thailand (51,6).
Optimisme
Pemeruintah mengaku optimistis industri mampu tumbuh di tengah bayang-bayang inflasi. Menurut Agus, industri manufaktur akan tetap menjadi kontributor terbesar dalam menopang kinerja perekonomian nasional. “Pertumbuhan berkelanjutan di keseluruhan aspek permintaan pada sektor manufaktur Indonesia, mendorong kenaikan produksi manufaktur pada bulan Oktober,” ujarnya.
Merujuk data BPS, industri pengolahan mencatatkan nilai ekspor sepanjang Januari-September 2022 sebesar US$156,17 miliar, atau naik 22,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor industri tetap memberikan kontribusi paling besar, dengan sumbangsihnya hingga 71,2 persen terhadap total nilai ekspor nasional yang sebesar US$219,35 miliar.