Jakarta, FORTUNE – Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan kebijakan lockdown yang diterapkan pemerintah Cina di beberapa wilayahnya tidak berpengaruh signifikan terhadap sektor pelayaran global dan dalam negeri. Hal ini terkait dengan jumlah ketersediaan peti kemas.
Menurutnya, Indonesia pernah menghadapi situasi serupa saat varian Delta merebak di sebagian besar dunia, termasuk negeri tirai bambu. “Situasi ini sedikit mengganggu arus barang dari dan menuju Cina. Sementara ini, dialihkan ke pelabuhan terdekat untuk transhipment,” kata Carmelita kepada Fortune Indonesia, Senin (21/3).
Menurutnya, kelangkaan peti kemas bakal terjadi bila lockdown diterapkan di banyak pelabuhan duni sehingga menyebabkan perputaran peti kemas akan tersendat.
Ikut aturan pengalihan rute pelayaran
Carmelita menyebutkan bahwa pihaknya akan selalu siap mengikuti peraturan kebijakan suatu negara. Hal ini termasuk ‘Zero Covid’ seperti yang diterapkan oleh Cina.
“Itulah dinamikanya. Misalnya dengan mematuhi kebijakan ketat, pengalihan rute, atau bahkan pengurangan armada, seperti saat pertama-tama Covid-19 melanda dunia,” ucap Carmelita menjelaskan.
Ekpor impor 2022 lebih baik dari 2021
Secara garis besar, Carmelita menuturkan situasi ekspor dan impor barang di tahun 2022 ini sudah lebih baik dibandingkan 2021.
“Ocean freight–tarif dasar biaya pengiriman lewat laut–juga sudah menurun sampai 30 persenan. Harapan kami bisa meningkatkan produktivitas ekspor dan impor kita (Indonesia),” ujarnya.
Namun demikian, melihat situasi global yang terjadi saat ini, Carmelita justru mengingatkan bahwa tantangan yang perlu diwaspadai adalah dampak dari perang yang berlangsung antara Rusia-Ukraina.
“Ini bisa memicu meningkatnya harga minyak mentah yang berimbas pada meningkatnya harga bahan bakar. Itu harus diwaspadai,” ucapnya.
Lockdown Cina tidak berdampak pada operasional kapal peti kemas
Senada dengan Carmelita, Corporate Communication PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP), Suryo Khasabu, menyampaikan bahwa kebijakan lockdown Cina tidak berdampak pada operasional kapal di terminal peti kemas.
Menurutnya, sejumlah terminal peti kemas, seperti Tanjung Priok , Teluk Lamong, Surabaya, Semarang, maupun Belawan, aktivitas keluar masuk kapal masih lancar tanpa ada antrean panjang yang mengarah pada kongesti.
“Bahkan, ada beberapa kapal yang datang bersamaan, seperti yang terjadi di TPS Surabaya, ada empat sandar dalam waktu hampir bersamaan,” katanya seperti dikutip Antara, Minggu (20/3).
Ocean freight naik signifikan setelah dari masa sebelum pandemi
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan, mengatakan bahwa terdapat kenaikan tarif ocean freight hingga 300-800 persen, setelah pandemi Covid-19 melanda dunia.
“Kami para eksportir berharap kondisi lalu-lintas kapal di dunia internasional kembali normal, sehingga tarif dapat kembali normal, nilai ekspor juga meningkat,” ujar Isdarmawan.
Sebagai contoh, untuk tujuan Amerika Serikat (AS), tarif ocean freight peti kemas ukuran 40 kaki berkisar di angka 16.500-20.000 dolar AS. Sedangkan, untuk ukurang 20 kaki, tarifnya ada di rentang 14.000-17.000 dolar AS.