Jakarta, FORTUNE – Program biodiesel 30 persen (B30) yang diusung Indonesia kini menjadi produsen terbesar biodiesel di dunia, bahkan menjadi trendsetter bagi negara-negara lain, seperti Malaysia atau Brazil.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan saat ini belum ada negara lain yang menggunakan B30 atau pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen minyak solar. Pencapaian Indonesia melalui program B30 membuat banyak negara tertarik untuk melakukan hal yang sama.
“Memang tidak ada contohnya, tidak ada studi sekarang (yang) sudah sampai pada hal tersebut," kata Dadan dalam Seminar Bioenergi Tingkatkan Bauran Green Energy PLN, Kamis (30/6). “Di dunia ini yang gunakan B30 secara nasional kita pengguna terbesar.”
Inovasi dilanjutkan ke B40
Setelah sukses dengan B30, Indonesia berencana melanjutkan inovasi menuju B40. Menurut Dadan, uji jalan bahan bakar B40 dengan kendaraan akan dimulai pada Juli 2022 dan memerlukan waktu hingga lima bulan ke depan.
Diperkirakan, uji coba ini akan berlangsung hingga Desember dengan jarak yang ditempuh dalam uji coba mencapai 50.000 km.
Ketersediaan CPO untuk biodiesel aman
Dadan mengatakan, kebutuhan minyak sawit (CPO) sebagai pencampur biodiesel di Indonesia masih dalam kategori aman dan tidak terganggu. “Dari sisi produksi kita sudah punya 17 juta KL dari sisi kapasitas cukup untuk program B40,” ucapnya.
Sementara itu, realisasi serapan dari program Mandatori B30 hingga Maret telah mencapai 2,5 juta kilo liter (kl). Serapan ini setidaknya sudah mencapai 24,63% dari alokasi tahun ini yang dipatok 10,15 juta kl.
Berbagai keuntungan penggunaan biodiesel
Biodiesel dinilai sebagai salah satu penyumbang terbesar dalam upaya transisi energi nasional. Meski masih ada beberapa pendapat yang menganggap biodiesel bukan bagian dari Energi Baru Terbarukan (EBT), namun penggunaannya–dalam rupa B30–dapat menekan emisi gas rumah kaca hingga 22,59 ton CO2 sepanjang 2021.
Selain sebagai bahan alternatif EBT, penggunaan B30 juga dianggap dapat menghemat devisa negara lewat pengurangan impor solar. Hal ini pun mampu menekan pengeluaran negara sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan.
“Potensi Crude Palm Oil (CPO)–bahan dasar pembuatan biodiesel–di Indonesia cukup besar, apalagi kita merupakan penghasil CPO nomor 1 secara global. Jadi, pengembangan biodiesel akan semakin mudah,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, kepada Fortune Indonesia, Rabu (11/5).