Jakarta, FORTUNE - Dalam sektor bisnis konstruksi bangunan, ada sebuah istilah yang disebut dengan retensi, yang menjamin pemeliharaan atas sebuah pekerjaan pembangunan.
Dalam kontrak pekerjaan konstruksi, ada masa pemeliharaan yang harus dilakukan oleh pihak penyedia jasa konstruksi, setelah pekerjaan selesai dilakukan. Masa pemeliharaan paling singkat untuk pekerjaan permanen adalah selama 6 (enam) bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen adalah selama 3 (tiga) bulan dan dapat melampaui tahun anggaran.
Bila penyedia tidak melaksanakan kewajiban selama masa pemeliharaan atau tidak memperbaiki cacat mutu sebagaimana mestinya, maka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dapat memutus kontrak secara sepihak. Namun, bila semua kewajiban pemeliharaan terpenuhi, maka PPK wajib melakukan pembayaran sisa harga kontrak yang belum dibayar atau mengembalikan jaminan pemeliharaan, seperti retensi.
Berikut ini, Fortune Indonesia akan mengulas beberapa hal tentang retensi dalam konstruksi bangunan.
Pengertian
Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayarkan atau ditahan hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut. Pemberlakuan retensi dilakukan apabila terjadi kerusakan yang diakibatkan kesalahan pekerjaan oleh kontraktor.
Hal ini diatur dalam pasal 53 Perpres Nomr 16/2018 tentang engadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi dan denda. Selain itu, besaran retensi adalah sebesar 5 persen dan digunakan sebagai jaminan pemeliharaan pekerjaan.
Penerapan
Melansir rumah.com, bila dalam masa pemeliharaan, kerusakan terjadi karena kesalahan pemakaian dari pengguna, maka pekerjaan retensi tidak berlaku dan untuk penyelesaian pekerjaan akan dikenakan biaya tertentu sesuai kerusakan. Masa retensi/penahanan pembayaran 3 bulan sampai 12 bulan, tergantung pasal yang tercantum dalam kontrak.
Setelah masa pemeliharaan/ketika kondisi proyek sudah sesuai dengan perjanjian, maka uang yang ditahan akan dibayarkan kepada kontraktor. Retensi dimulai setelah adanya berita acara serah terima pekerjaan tahap satu. Setelah berakhirnya masa retensi, biasanya akan dilakukan pengecekan ulang terhadap pekerjaan kontraktor.
Apabila semua pekerjaan telah dinyatakan sesuai, maka selanjutnya dibuatkan berita acara serah terima pekerjaan tahap dua. Jika berita acara serah terima pekerjaan tahap dua telah ditandatangani, maka kewajiban kontraktor telah selesai dan uang retensi dapat dicairkan.
Manfaat
Retensi dalam sebuah proyek kontruksi berfungsi untuk membiayai perbaikan ketika terjadi pemutusan kontrak pada masa pemeliharaan. Sedangkan manfaat lainnya, sebagai berikut:
- Memastikan bahwa kontraktor akan menyelesaikan proyek dengan kondisi yang telah disetujui.
- Jadi bukti nyata untuk menghadapi kontraktor apabila standar pekerjaan tidak terpenuhi atau terjadi kegagalan.
- Tersedianya dana apabila kontraktor lain atau subkontraktor diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
- Menguatkan kepercayaan pemilik proyek jika menggunakan jaminan uang.
Hak retensi
Hak retensi dapat menerima kuasa untuk menahan sesuatu yang nantinya menjadi penerima kuasa hak untuk memegang sesuatu yang akan dikembalikan. Hal ini diatur dalam pasal 1812 KUHPer, yang menyebutkan, “Penerima bentuk kuasa yang berhak menahan pemberi kuasa yang ditangannya kepadanya segala sesuatu yang akan dituntut dari akibat pemberian kuasa.”
Dalam menjalankan hak dan kekuasaannya, harus diperhatikan retensinya, termasuk saat diberi kekuasaan dengan menunjuk seseorang sebagai pengganti. Jika diberi kekuatan tanpa menyebut orang tertentu, maka dapat membantu meningkatkan kekuatannya.