Yogyakarta, FORTUNE – Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta tengah berbenah dan melakukan Revitalisasi dengan total anggaran Rp50 miliar. Transformasi ini dilaksanakan pihak museum yang beroperasi di bawah naungan Indonesian Heritage Agency (IHA), sebuah Badan Layanan Umum (BLU) Kemendikburistek yang bertanggung jawab pada aset museum dan cagar budaya Indonesia.
Penanggung Jawab Unit Museum Benteng Vredeburg, M. Rosyid Ridlo, mengatakan revitalisasi ini mencakup sejumlah aspek. “Bukan hanya untuk perbaikan fisik, kami juga mengupayakan untuk memperkuat peran museum sebagai pusat kebudayaan yang dinamis, inklusif, dan menarik,” ujarnya kepada Fortune Indonesia di Yogyakarta, Sabtu (27/4).
Rosyid mengungkapkan, revitalisasi museum seluas 46,57 ribu meter persegi ini difokuskan pada pembangunan lahan parkir, taman, dan ruang berbagai ruang publik, selain pemugaran area diorama dan pembaruan berbagai fasilitas yang sudah ada sebelumnya. Untuk menjawab kebutuhan publik pada ruang komunal, museum juga akan menghadirkan coworking space, coffee shop, ruang anak, hingga merchandise shop.
“Benteng Vredeburg akan dibuka kembali untuk publik pada awal Juni 2024. Salah satu program baru yang akan diluncurkan nanti adalah program ‘Wisata Malam Vredeburg’ serta instalasi video mapping, sound lighting, dan water fountain di area museum, dan akan ditampilkan perdana saat peresmian IHA dilaksanakan, 16 Mei mendatang,” katanya.
Pembaruan Museum Benteng Vredeburg, bisa meningkatkan kinerja dari salah satu landmark penting di Yogyakarta. “Kami bekerja sama tidak hanya dengan pemerintah saja, namun juga swasta, terutama untuk pengembangan bisnis yang intens, tapi keuntungan tetap akan kembali dalam bentuk pelestarian dan peningkatan layanan bagi masyarakat,” ujarnya.
Keberlanjutan
Untuk memastikan keberlanjutan bisnis museum dalam sistem kinerja, Rosyid mengungkapkan bahwa penguatan pengelolaan sumber daya manusia menjadi salah satu kuncinya. Hal ini terutama difokuskan pada optimalisasi kualitas dan kuantitas para pekerja.
Dari sisi kualitas, level pengelolaan kinerja setiap individu yang bertanggung jawab di Museum Benteng Vredeburg harus bisa dipetakan, termasuk cara mereka memimpin tim. “Kami juga memerlukan peningkatan kuantitas pegawai, dengan menambah beberapa edukator, tenaga tiket, pramuniaga, keamanan, teknisi, dan pekerja kebersihan,” katanya.
Selain itu, kerja sama dengan komunitas dan pemangku kepentingan juga dinilai penting dalam pengembangan keberlanjutan Museum Benteng Vredeburg. Menurutnya, komunitas seperti Sahabat Museum atau para pemerhati sejarah, akan meningkatkan awarness masyarakat terhadap keberadaan museum.
Sedangkan soal pengawasan kinerja, Rosyid mengungkapkan bahwa sejak gagasan pembaruan sistem pengelolaan Museum Benteng Vredeburg dengan konsep BLU, pihaknya turut didampingi oleh IHA, termasuk pengawasan dari lembaga lain, seperti Kementerian Keuangan maupun Badan Pemeriksa Keuangan. “Setiap usulan dari kami pun selalu diuji oleh banyak pihak,” katanya.
Indonesian Heritage Agency
Rosyid menilai keberadaan BLU Indonesia Heritage Agency cukup penting dalam revitalisasi ini khususnya sebagai pendorong utama terciptanya sistem pelayanan dan pengelolaan Museum Benteng Vredeburg yang lebih profesional di masa depan.
“Kami perlu tantangan dan target–seperti yang diberikan oleh IHA. Bagi saya ini menyenangkan, meski perlu kerja keras yang sangat tinggi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan,” katanya.
Seperti diketahu, IHA bertanggung jawab atas atas pengelolaan 18 museum dan galeri serta 34 situs cagar budaya di Indonesia, dengan menekankan konsep reimajinasi untuk mengubah persepsi dan fungsi tradisionalnya. IHA sebagai BLU bisa mengelola pendapatan yang diperolehnya secara mandiri, tanpa harus menyetor dulu ke kas negara.
Plt. Kepala Indonesian Heritage Agency (IHA), Ahmad Mahendra, mengatakan bahwa IHA akan mengusung strategi yang mencakup reprogramming, redesigning, dan reinvigorating. “Kami berkomitmen untuk mengubah persepsi dan fungsi tradisional museum, menjadikannya ruang komunal yang dinamis guna mendorong interaksi antara pengunjung dengan museum,” ujarnya.