Jakarta, FORTUNE – Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menargetkan kinerja sektor perkebunan semakin maju dan terus mampu mencatat kinerja tinggi. Apalagi, sektor perkebunan saat ini merupakan salah satu kontributor utama ekspor Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pertanian Indonesia secara kumulatif Januari-November 2021 mencapai Rp569,11 triliun. Angka ini melesat 42,47 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020, yang mana sebagian besar berasal dari sektor perkebunan.
“Tidak hanya sawit, kita punya komoditas unggulan perkebunan lain dengan potensi besar di pasar dunia, seperti kopi, kelapa, jambu mete, kakao, karet, lada, pala, dan cengkeh, serta komoditas perkebunan lainnya,” ujarnya seperti dikutip Antara (28/12).
Menurut Syahrul, potensi yang ada dapat menjadi modal bagi Indonesia untuk melakukan berbagai lompatan. Hal ini nantinya tidak hanya untuk mendukung kinerja positif sektor pertanian, tapi juga pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi yang belum usai.
Kuasai pasar ekspor 2022
Memasuki tahun 2022, Mentan mengatakan bahwa subsektor perkebunan harus bisa mandiri dan modern sehingga mampu menguasai pasar ekspor Indonesia. “Ini merupakan momentum untuk konsolidasi atas apa yang sudah kita lakukan satu tahun ke belakang, dan apa yang akan kita lakukan di tahun mendatang,” katanya.
Menurutnya, perkebunan harus punya program unggulan yang dapat mengaktualisasikan subsektor ini di tahun depan. Sehingga, dengan program ini akselerasi dari hulu hingga hilir dapat terwujud. bahkan bila memungkinkan, dapat menghadirkan komoditas unggulan baru di sektor perkebunan.
“Kinerja ini harus terus dijaga, bahkan ditingkatkan. Ke depan, saya ingin warung-warung kopi di dunia harus ada kopi Indonesia, dan produk-produk perkebunan lainnya harus ada di tempat-tempat strategis di dunia,” katanya.
Berbagai tantangan yang dihadapi
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementan, Ali Jamil, mengungkapkan bahwa luas areal perkebunan Indonesia saat ini mencapai 27,5 juta hektare. Dari jumlah tersebutm 65 persennya merupakan areal perkebunan rakyat yang masih memerlukan dukungan dari berbagai pihak untuk menghadapi berbagai tantangan.
Tantangan tersebut di antaranya terkait masalah produktivitas, skala usaha, kepemilikan lahan, permodalan, pembiayaan, hingga inovasi teknologi. “Sehingga perlu intervensi pemerintah, kerja sama dan sinergi antara kementerian lembaga, dan pemangku kepentingan lainnya,” ucapnya.
Perkebunan rakyat harus terus berkembang
Untuk mengatasi kendala produktivitas, menurutnya skema anggaran pembangunan perkebunan rakyat mulai diarahkan pada pemanfaatan Kredit usaha Rakyat (KUR), Corporate Social Responsibility (CSR), dan sumber pembiayaan lain. Dengan begitu, diharapkan sektor perkebunan rakyat tidak hanya bergantung pada APBN saja.
“Kami meminta kepada segenap jajaran pertanian dan para pemangku kepentingan yang terkait, agar bekerja bersama-sama memastikan pelaksanaan kegiatan hingga tercapainya tujuan pengembangan pembangunan perkebunan,” ujar Jamil seperti dikutip Antara.