Jakarta, FORTUNE – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya mengoptimalkan interkoneksi ketenagalistrikan di dalam pulau maupun antarpulau. Hal ini berkenaan dengan penetrasi energi baru terbarukan (EBT) di daerah yang terletak jauh dari pusat permintaan listrik.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menyatakan interkoneksi listrik di Kalimantan dan Sulawesi akan terwujud dalam tiga tahun mendatang. “Ini sebagai bagian dari rencana pemerintah untuk interkoneksi seluruh pulau besar, yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi,” katanya seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM.
Arifin mengatakan, dalam rangka mencapai target penambahan pembangkit sebesar 40,6 GW selama 10 tahun ke depan, maka pemerintah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030. Hal ini mempertimbangkan keterbatasan kemampuan investasi PLN sehingga membuka peran Independent Power Producer (IPP) lebih besar, termasuk dalam pengembangan pembangkit berbasis EBT di dalamnya.
“Selanjutnya dilakukan kajian untuk interkoneksi antar-pulau yang disebut dengan Super Grid yang menghubungkan antar pulau besar di Indonesia. Dalam hal ini, selain meningkatkan keandalan juga dapat mengatasi adanya over supply di suatu sistem besar," kata Arifin.
Apa itu Super Grid?
Super Grid adalah jaringan sistem transmisi yang berhasil menggabungkan beberapa lapisan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi arus searah (High Voltage Direct Current/HVDC). Hal ini memungkinkan adanya pemanfaatan jaringan listrik dengan lebih efisien, sekaligus memungkinkan aliran energi multi arah yang kuat dari berbagai sumber energi, termasuk EBT.
Dibandingkan jaringan listrik yang sudah eksis, Super Grid memanfaatkan berbagai sumber pembangkit yang berbeda. Misalnya, sumber pembangkit tenaga angin di satu area dengan tenaga air di wilayah lain. Sedangkan, teknologi HDVC memungkinkan adanya jaringan listrik yang lebih terperinci dan dapat mengurangi kebutuhan infrastruktur listrik mahal dan berlebihan yang dapat merusak lingkungan.
“Super Grid di Asia dikembangkan sebagai tanggapan terhadap pensiunnya pembangkit nuklir di wilayah tersebut, untuk mengembangkan sumber energi dasar alternatif menggunakan LNG, dan untuk membawa sejumlah besar energi terbarukan ke dalam penyediaan energi,” ujar Rajendra Iyer, kepala solusi integrasi jaringan di GE Renewable Energy, seperti dikutip dari power-technology.com.
Langkah PLN mengatasi risiko kelebihan pasokan
Menghadapi beroperasinya program 35 GW yang telah direncanakan sejak 2015, Dirut PLN, Zulkifli Zaini mengakui adanya potensi kelebihan pasokan menyusul permintaan yang rendah. Namun, PLN siap menerapkan 6 langkah dalam mengurangi risiko kelebihan pasokan tersebut. Berikut ini diantaranya seperti dilansir dari laman Kementerian ESDM.
- Peningkatan permintaan dengan program pemasaran yang agresif, seperti untuk kompor induksi, kendaraan listrik, hingga pertanian listrik.
- Mendorong pemerintah untiuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat menciptakan permintaan listrik baru di berbagai kawasan industri, kawasan ekonomi khusus (KEK), tujuan wisata prioritas maupun superprioritas.
- Meminimalisasi penambahan kapasitas infrastruktur baru.
- Relokasi sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk meminimalkan biaya investasi serta meningkatkan utilisasi aset.
- Melaksanakan negosiasi penyesuaian jadwal, baik kepada IPP pembangkit maupun penyedia bahan bakar.
- Melaksanakan program co-firing yang tidak memerlukan biaya pembangunan pembangkit baru. Hal ini diikuti dengan optimalisasi biaya harga biomassa.
ESDM terus berupaya tingkatkan bauran penggunaan EBT
Arifin mengungkapkan bahwa dalam RUPTL terbaru mendorong lebih gencar porsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Hal ini tentu dengan melihat kecenderungan harga PLTS yang semakin murah dan masa pembangunan yang lebih cepat. Semua diupayakan untuk pencapaian target 23% bauran EBT pada 2025.
“Selain itu, pencapaian target bauran EBT akan dipenuhi oleh co-firing PLTU dengan biomassa dengan tetap memperhatikan lingkungan untuk ketersediaan feedstock," kata Arifin.
Bagi masyarakat perdesaan di wilayah terdepan, terpencil, tertinggal (3T) yang selama ini dilayani oleh pembangkit listrik diesel, pemerintah mulai menggulirkan program penggantian Pembangkit Listrik tenaga Diesel (PLTD) dengan Pembangkit EBT sesuai dengan potensi EBT setempat. Selain itu, pemerintah juga terus mendorong Program PLTS Rooftop dalam rangka meningkatkan peran serta konsumen dalam menghadirkan energi bersih.