Jakarta, FORTUNE - Biodiesel dinilai sebagai salah satu penyumbang terbesar dalam upaya transisi energi nasional. Meski masih ada beberapa pendapat yang menganggap biodiesel bukan bagian dari Energi Baru Terbarukan (EBT), namun penggunaannya–dalam rupa B30–dapat menekan emisi gas rumah kaca hingga 22,59 ton CO2 sepanjang 2021.
Selain itu, penggunaan B30 juga dapat menghemat devisa negara lewat pengurangan impor solar. Hal ini pun mampu menekan pengeluaran negara sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan.
“Potensi Crude Palm Oil (CPO)–bahan dasar pembuatan biodiesel–di Indonesia cukup besar, apalagi kita merupakan penghasil CPO nomor 1 secara global. Jadi, pengembangan biodiesel akan semakin mudah,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, kepada Fortune Indonesia, Rabu (11/5).
Tantangan penggunaan biodiesel
Namun demikian, masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi oleh pelaku industri biodiesel. Selain anggapan bahwa biodiesel bukan bagian dari EBT, harga CPO yang saat ini terus menanjak naik menyebabkan beban kompensasi meningkat.
“Isu biodiesel sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng juga jadi permasalahan. Padahal, kebutuhan biodiesel hanya 15 persen dari total produksi CPO nasional,” ujarnya.
Kebutuhan biodiesel Indonesia tahun ini sudah terpenuhi
Saat ini, produksi biodiesel di Indonesia sudah memenuhi jumlah yang dibutuhkan. Apalagi, saat ini untuk B30 adalah mandatori sehingga para produsen fatty acid methyl ester (FAME) untuk biodisel sudah seoptimal mungkin mencapai prdouksi sesuai dengan target.
“Tahun 2022 ini, target untuk biodiesel adalah 10,15 juta kiloliter (KL) yang saya kira bisa dicapai. Para produsen yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) sedang berusaha untuk menjalankan alokasi sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 150.K/EK.05/DJE/2021,” ucap Mamit.
Tren konsumsi biodiesel positif dalam 10 tahun terakhir
Konsumsi biodiesel mengalami tren positif dalam sepuluh tahun terakhir. Ketua Harian Aprobi, Paulus Tjakrawan mengatakan, total kapasitas produksi yang terpasang di Indonesia hingga tahun 2021 sudah mencapai 16,6 juta KL Hal ini beriringan dengan berbagai dukungan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
“Biodiesel menjadi bagian untuk mempercepat program transisi energi nasional. Pengembangan energi berbasis sawit terus berjalan seperti biohidrokarbon. Dari pengembangan biohidrokarbon, dapat menghasilkan gasoline dan bahan bakar pesawat terbang berbasis sawit,” kata Paulus.
Biodiesel dukung kesejahteraan para petani sawit
Selain berkontribusi bagi lingkungan dan penghematan devisa negara, penggunaan bahan bakar nabati ini juga dinilai efektif meningkatkan serapan sawit domestik ketika terjadi pelemahan permintaan di pasar global. Secara tidak langsung, saat ada keseimbangan antara konsumsi domestik dan ekspor, maka para petani pun semakin sejahtera.
Jadi, dampak positifnya ada stabilitas harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di dalam negeri. Sejak tahun lalu, hingga Maret 2022, TBS petani dihargai dengan rata-rata di atas Rp3.000 per kilogram. “Tidak benar kalau dikatakan biodiesel menguntungkan korporasi. Di lapangan, program ini juga menopang kenaikan harga buah sawit petani,” kata Paulus.