Jakarta, FORTUNE – PT Jobubu Jarum Minahasa Tbk (BEER)–emiten produsen minuman berakohol merek Cap Tikus 1978– opstimtis Bisnisnya terus bertumbuh di pasar domestik maupun ekspor.
Direktur Utama PT Jobubu Jarum Minahasa Tbk, Audy Lieke, mengatakan, salah satu faktor utama potensi pertumbuhan ini sejalan dengan diperolehnya izin produksi minuman alkohol perseroan hingga 90 juta liter per tahun. “Namun, produksi perusahaan saat ini (baru) mencapai 1,2 juta liter per tahun. Artinya, kami memiliki potensi pertumbuhan yang besar,” ujarnya dalam paparan publik BEER, Rabu (19/6).
Kapabilitas perusahaan yang baru IPO di awal 2023 ini terbuka untuk semua golongan minuman alkohol (minol), baik golongan A (0-5 persen); golongan B (5,01-20 persen); maupun golongan C (20,01-55 persen). Dengan kemampuan tersebut, maka prospek perusahaan untuk mengembangkan banyak produk baru masih sangat terbuka lebar. Apalagi, izin produksi 90 juta liter yang diberikan pemerintah, bisa diterapkan untuk ketiga golongan minol tersebut.
“PT Jobubu Jarum Minahasa Tbk, adalah produsen minuman beralkohol dengan kapasitas izin full-spectrum terbesar,” ujar Audy. “Golongan A punya kapasitas produksi 45 juta liter per tahun, golongan B sebesar 22,5 juta liter per tahun, dan golongan C sebesar 22,5 juta liter per tahun. Sebagai perusahaan yang patuh kepada peraturan perundang-undangan, izin kapasitas menjadi hal yang sangat penting.”
Gambaran industri minol di Indonesia
Tak hanya itu, peluang BEER untuk bertumbuh juga didukung juga oleh industri alkohol di Indonesia. Menurut data Stockbit yang dirangkum Jobubu, Gross Margin industri minol di Indonesia saat ini mencapai 62,20 persen, dengan net margin 27,30 persen. “Merupakan salah satu yang terbesar di dunia,” ujarnya.
Audy mengungkapkan bahwa pasar bagi industri minol di Indonesia cukup menjanjikan, karena pertumbuhan konsumsi minol per kapita di Tanah Air mengalami kenaikan cukup signifikan dalam 20 tahun (1996-2016), sampai dengan 515 persen. “Populasi penduduk yang berusia 21-55 tahun cukup besar, sehingga menjadi drinking market yang potensial bagi industri minol di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, potensi ini makin kuat, karena terdapat tren yang menunjukkan bahwa kaum milenial–usia produktif dan berpenghasilan–lebih fokus pada gaya hidup dan pengalaman, daripada ke bidang properti. Dengan demikian, situasi ini menjadi potensi pertumbuhan yang sangat tinggi di pasar Indonesia.
Bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Audy mengungkapkan bahwa industri minol di Indonesia masih didominasi oleh produk impor dari mancanegara. Bahkan, dominasi ini sudah mencapai 95 persen, jauh di atas pangsa pasar produk lokal yang hanya mencapai 5 persen. “Padahal, di Filipina, Thailand, dan Vietnam, produk lokal sangat mendominasi, masing-masing 94 persen, 91 persen, dan 64 persen,” ujarnya.