Jakarta, FORTUNE – Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan solusi teknologi rendah karbon dan netralitas karbon di sektor migas perlu didukung oleh roadmap yang baik, mulai dari regulasi hingga investasi. Teknologi penangkapan karbon pun tidak lagi menjadi pilihan, melainkan keharusan.
Di sinilah, kata Dwi, dibutuhkan visi bersama untuk mewujudkan target jangka panjang, salah satunya kerja sama SKK Migas dan para Kontraktor Kerja Sama (K3S). “Untuk dapat unlocking potensi migas yang kita miliki, diperlukan investasi yang signifikan dan partisipasi aktif dari para pemain domestik dan internasional,” katanya pada pembukaan The 2nd International Convention On Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2021 di Nusa Dua, Bali, Senin (29/11), seperti disiarkan kanal Youtube SKK Migas.
IOG 2021 menurutnya menghasilkan formulasi strategi untuk mencapai visi target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas pada 2030.
Untuk mencapai target jangka panjang tersebut, Dwi mengatakan Indonesia membutuhkan US$179 miliar hingga 2030, atau 72 persen dari total investasi yang ada di kawasan Asia Tenggara. “Ini berarti, Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain dalam menghasilkan nilai keuntungan yang kompetitif untuk proyek-proyek pengembangan,” ujarnya.
Industri migas tidak akan ditinggalkan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan Indonesia takkan meninggalkan industri migas sekalipun energi terbarukan akan semakin menjadi prioritas. Menyesuaikan dengan isu penyelamatan lingkungan dengan pencapaian netralitas rendah karbon, pemerintah Indonesia pun menjadikan gas alam sebagai penopang program transisi energi di Indonesia selama 40 tahun ke depan.
“Multiplier effect yang ditimbulkan dari kegiatan ini telah dirasakan sampai ke sektor-sektor pendukungnya. Kita melihat penggunaan kapasitas nasional di sektor hulu migas cukup besar, baik dari sisi persentase maupun nilainya. Sebagai contoh, pada tahun 2020, penggunaan kapasitas nasional sebesar 57 persen dengan nilai pengadaan sekitar US$2,54 miliar,” kata Arifin dalam IOG 2021.
Menurut data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), gas alam hanya menghasilkan 469 gram CO2 per kilowatt jam (kWh). Sedangkan batu bara dapat mencapai 1.001 gram CO2 per kWh, dan minyak bumi menghasilkan 840 gram CO2 per kWh.
Dengan sumber daya gas alam yang besar, pemerintah akan mengembangkannya untuk menggantikan energi batu bara yang lebih banyak menghasilkan karbon.
“Lapangan-lapangan migas tetap perlu dikembangkan. Potensi yang ada juga harus digali untuk menjamin penyediaan energi di masa depan. Bahkan, potensi lapangan-lapangan migas non-konvensional juga harus digali, demi pemenuhan kebutuhan masa depan,” ujar Menteri Arifin.
Hulu migas akan masuk program investasi pemerintah pada 2022
Menindaklanjuti rencana pemanfaatan migas sebagai transisi menuju EBT, pemerintah melalui Kementerian Investasi mengungkapkan bahwa hulu migas akan masuk ke dalam bagian investasi yang akan dilayani Kementerian Investasi mulai 2022.
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, mengatakan target investasi hulu migas tahun ini sekitar US$12 miliar dan realisasinya hingga kini sudah mencapai hampir US$9 miliar. “Formulasi ini yang sekarang kami lagi akan bangun, termasuk di dalamnya insentif. Kami targetkan ke depan, investasi hulu migas itu sekitar 15-16 miliar dolar AS,” ujarnya dalam IOG 2021 di Bali seperti dikutip dari Antara (29/11).
Bahlil meyakinkan bahwa pemerintah akan proaktif mendesain kebijakan dan regulasi untuk dapat memicu K3S maupun perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan pengeboran sumur migas untuk memilih Indonesia.