Botol Hijau Sprite Pensiun Setelah 60 Tahun, Ini Alasannya

Greenpeace belum yakin kemasan baru lebih ramah lingkungan.

Botol Hijau Sprite Pensiun Setelah 60 Tahun, Ini Alasannya
Ilustrasi botol hijau Sprite. Shutterstock/DenisMArt
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Setelah digunakan selama lebih dari 60 tahun, Coca-Cola Company merilis  pernyataan  yang mengumumkan, bahwa mulai 1 Agustus, perusahaan akan mengubah kemasan soda lemon-lime Sprite dari hijau menjadi plastik bening.

Pasalnya, plastik botol hijau Sprite disebut mengandung green polietilena tereftalat hijau (PET). Meskipun dapat didaur ulang, zat aditif tersebut tidak dapat secara khusus didaur ulang menjadi botol baru. Penggantian kemasan ini juga sejalan dengan upaya mengurangi limbah plastik, meningkatkan upaya daur ulang, dan bagian dari tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Perusahaan asal Amerika Serikat ini memproyeksikan inovasi ini dapat mengurangi sekitar 20 juta pon sampah plastik baru dibandingkan 2019.

"Menghilangkan warna dari botol meningkatkan kualitas bahan daur ulang," Julian Ochoa CEO R3CYCLE,” dikutip dari CNN Business, Kamis (28/7). R3CYCLE adalah kelompok yang bekerja sama dengan Coca-Cola untuk membantu daur ulang botol.

Dia menambahkan, "Transisi ini akan membantu meningkatkan ketersediaan rPET food grade. Saat didaur ulang, botol PET Sprite bening dapat dibuat ulang menjadi botol, membantu mendorong ekonomi sirkular untuk plastik."

Mempertahankan ciri khas

source_name

Meskipun berganti kemasan, Sprite tidak menghilangkan ciri khasnya. Logo dan desain kemasan tidak diubah, pelanggan pun tetap mengenali Sprite dari label warna hijau yang tetap digunakan.

Tidak hanya Sprite, minuman soda lainnya yang menggunakan botol hijau di bawah Coca-Cola Company, yakni Fresca, Seagram's, Mello Yello, juga akan diganti dengan wadah plastik bening dalam beberapa bulan mendatang.

Sebelumnya, perusahaan yang dirintis sejak tahun 1944 itu kerap mendapat kritik karena kontribusinya terhadap sampah plastik yang merusak lingkungan. Pada 2020 lalu, Coca-Cola Company dinobatkan sebagai pencemar plastik nomor 1 di dunia oleh perusahaan lingkungan Break Free From Plastic.

Logo dan merek dari raksasa minuman soda tersebut ditemukan pada 13.834 lembar plastik bekas di 51 negara, dan di ruang publik, seperti taman dan pantai. Padahal, pada 2018 lalu, Coca-Cola Company mengumumkan inisiatif dunia tanpa limbah. Salah satu bagian dari inisiatif tersebut, yaitu botol baru terbuat dari 100 botol plastik daur ulang. 

Apa tanggapan Greenpeace?

Ilustrasi sampah plastik/Pixabay

Menanggapi pengumuman Coca-Cola, Pemimpin Proyek Plastik Greenpeace USA Kate Melges belum sepenuhnya yakin. “Hanya karena botol plastik dapat didaur ulang, bukan berarti itu akan didaur ulang. Pengumuman Coca-Cola baru-baru ini adalah upaya greenwashing terang-terangan lainnya dari salah satu pencemar plastik terburuk di dunia,” tulisnya dalam laman resmi greenpeace.org, Kamis (27/7).

Dia menambahkan, diperkirakan dari semua sampah plastik yang pernah dihasilkan hingga tahun 2015, hanya 9 persen yang didaur ulang. “Kami berada di tengah krisis polusi plastik besar-besaran dan kami tidak dapat mendaur ulangnya.”

Diungkap Greenpeace, pada tahun 2021, Coca-Cola memproduksi 125 miliar botol plastik sekali pakai – 13 miliar botol plastik lebih banyak dari tahun sebelumnya. Alih-alih menutup keran produksi botol plastiknya, Coca-Cola terus memproduksi miliaran botol sekali pakai setiap tahun.

“Ini berdampak pada kesehatan kita dan membahayakan lautan, iklim, dan komunitas kita. Jika Coca-Cola ingin menjadi pemimpin nyata dalam memerangi krisis plastik dan iklim, Coca-Cola harus lebih ambisius dan berkomitmen untuk menggunakan kembali dan mengisi ulang 50 persen pada tahun 2030,” kata Kate Melges.

Dampak dari inisiatif Coca-Cola Company mengganti kemasan botol plastik hijau ini mungkin baru terlihat dalam beberapa tahun mendatang.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya