Jakarta, FORTUNE - Perusahaan semakin mengadopsi Kecerdasan Buatan (AI) untuk mengatasi kekurangan keterampilan dan mempertahankan karyawan, sekaligus mendorong produktivitas dan prospek karier mereka.
Pembahasan mengenai AI kerap berfokus pada dampaknya yang mengancam pasar kerja, dengan prediksi bahwa teknologi ini akan menggantikan banyak pekerjaan dan keterampilan tradisional. Namun, sejumlah perusahaan dan institusi pendidikan justru melihat AI sebagai solusi untuk mempermudah perolehan keterampilan serta meningkatkan kualitas pekerjaan yang sudah ada.
“Salah satu cara terbaik untuk belajar tentang AI adalah dengan menggunakan AI itu sendiri," ujar Jim Swanson, Wakil Presiden Eksekutif dan Kepala Informasi di Johnson & Johnson (J&J), mengutip Financial Times, Jumat (8/11).
J&J menggunakan proses skills inference berbasis AI untuk mengevaluasi dan merencanakan kebutuhan tenaga kerjanya, yang secara manual akan sulit dilakukan. Swanson menyebut, “Ini menjadi aset penting untuk memahami dan meningkatkan kemampuan tenaga kerja kami.”
Selain J&J, di sektor logistik perusahaan pengiriman DHL juga memanfaatkan AI untuk membandingkan keterampilan yang dimiliki karyawan dengan yang dibutuhkan di posisi kosong. Melalui platform career marketplace, karyawan diarahkan pada pelatihan yang tepat untuk mempercepat kemajuan karier, sementara manajer dapat terbantu dalam mengisi posisi kosong.
Menurut DHL, pendekatan ini mendorong perekrutan internal yang lebih cepat dan hemat biaya dibandingkan perekrutan eksternal, sekaligus memungkinkan pencocokan yang lebih baik antara karyawan dan posisi.
Di Bank of America, AI digunakan untuk melatih karyawan dalam percakapan sulit, seperti ketika berdiskusi masalah sensitif dengan klien. “Ini memberi kesempatan untuk membangun rasa percaya diri dan menguji keterampilan dalam lingkungan yang aman,” ujar Michael Wynn, Wakil Presiden Senior Inovasi dan Teknologi Pembelajaran.
AI diklaim lebih akurat
Nick van der Meulen, ilmuwan MIT, mengatakan bahwa otomatisasi AI memungkinkan penilaian keterampilan dengan lebih akurat dibandingkan metode tradisional.
“Anda bisa memberi orang wawasan tentang tingkat keterampilan mereka dan bagaimana mencapainya,” ujarnya. Namun, van der Meulen menekankan bahwa penerapan AI memerlukan data yang akurat serta pengawasan manusia untuk hasil optimal.
Meskipun AI memiliki potensi besar, masih ada keterbatasan dan tantangan yang perlu diperhatikan. Di J&J, misalnya, karyawan dapat mengedit riwayat keterampilan dan menambahkan informasi seperti sertifikasi dan minat untuk memastikan AI memperoleh data yang cukup. Di J&J dan DHL, partisipasi dalam penilaian berbasis AI ini juga bersifat opsional.
Nimmi Patel, Kepala Keterampilan, Bakat, dan Keberagaman di Tech UK, mengingatkan bahwa “AI dapat memproses data dengan cepat, tetapi evaluasi dengan algoritma saat ini masih bisa kesulitan memahami perkembangan individu.” Patel menyarankan bahwa keputusan penting terkait evaluasi dan pengembangan karyawan sebaiknya tetap dalam pengawasan manusia, tetapi investasi AI tetap diperlukan.