Riset: 63% Direktur Ingin Mengurangi Jejak Karbon dalam Bisnisnya

Strategi ESG jadi nilai tambah.

Riset: 63% Direktur Ingin Mengurangi Jejak Karbon dalam Bisnisnya
Ilustrasi ESG. (Doc: Fortune Indonesia)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Selama beberapa tahun terakhir, ESG atau environmental, social, and corporate governance telah berubah dari gerakan yang sedang berkembang menjadi fokus utama bagi hampir setiap bisnis. 

Laporan Diligent Institute menunjukkan bahwa 90 persen direktur telah memasukkan sasaran atau metrik lingkungan ke dalam satu atau lebih bidang bisnis mereka, dan 87 persen telah melakukan hal yang sama untuk sasaran dan metrik sosial. Demikian dilansir dari Fortune.com, Kamis (21/12).

Diligent Institute juga mengungkap, mayoritas direktur (61 persen) mengatakan perusahaan mereka mengambil tindakan ekstra untuk memastikan strategi ESG mereka tercermin secara penuh dan akurat dalam laporan dan pengajuan tahunan.

Namun apakah perusahaan-perusahaan menyusun prioritas ESG mereka dalam kaitannya dengan risiko atau peluang? Hal ini sangat bervariasi, khususnya berdasarkan wilayah. Secara global, para direktur melaporkan pandangan yang sangat seimbang—berfokus pada mitigasi risiko dan peluang yang diciptakan oleh strategi ESG yang efektif.

Akan tetapi, para direktur di Eropa lebih cenderung melihat strategi ESG sebagai nilai tambah dan menghasilkan peluang bagi bisnis mereka, sedangkan para direktur di AS lebih cenderung membingkai ESG dalam hal mitigasi risiko.

63% direktur ingin mengurangi jejak karbon

ESG kini juga mendorong strategi bisnis. Di seluruh dunia, sekitar dua pertiga (63 persen) direktur mengatakan bahwa mereka membuat keputusan bisnis seputar pengurangan jejak karbon, sementara sepertiganya mempertimbangkan metrik lingkungan dalam rantai pasokan dan pemilihan vendor. Direktur biasanya menggunakan metrik sosial untuk membuat keputusan seputar pelatihan, evaluasi, dan kompensasi karyawan, direktur dan eksekutif. 

Namun ketika ditinjau berdasarkan wilayah, terdapat kesenjangan. Dewan direksi Eropa memimpin dalam hal mengintegrasikan ESG ke dalam strategi dan pengambilan keputusan. Misalnya, hampir 90 persen direktur di Eropa menggunakan metrik lingkungan dalam rencana pengurangan jejak karbon—dua kali lipat tingkat integrasi di antara direktur AS (46 persen).

Para direktur di Eropa juga melaporkan tingkat inklusi metrik sosial yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan, dengan dua kali lebih banyak direktur di AS (18 persen) yang mengatakan bahwa mereka tidak mempertimbangkan metrik sosial sama sekali. 

Integrasi ESG mendorong kinerja saham

Ketika mengintegrasikan tujuan-tujuan ESG ke dalam berbagai bidang bisnis, para direktur mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana inisiatif-inisiatif ESG mereka berdampak pada indikator kinerja utama (KPI) bisnis, khususnya kinerja saham. 

Namun sekali lagi, kesenjangan regional memberikan cerita yang berbeda. Di AS, mayoritas direktur (61 persen) mengatakan ESG belum memperbaiki harga saham, dan hanya 10 persen yang mengatakan mereka melihat adanya kenaikan harga. Sementara di Eropa, hanya 27 persen yang merasa yakin belum terjadi kenaikan harga saham. 

Kesenjangan ini menunjukkan kesimpulan yang cukup intuitif, integrasi metrik ESG yang lebih maju di perusahaan-perusahaan Eropa berkorelasi dengan peningkatan pelaporan dampak saham positif. Ketika metrik-metrik ESG diintegrasikan secara lebih penuh dan kohesif ke dalam strategi bisnis, perusahaan akan melihat metrik-metrik ESG tersebut berdampak langsung dengan kinerja saham.

Dengan kata lain, ketika investor dan pemangku kepentingan lainnya dapat melihat dengan lebih jelas hubungan ESG dengan KPI bisnis inti, mereka akan semakin menyadari nilai bisnisnya. 

Kendala penerapan ESG

Mengingat terus berkembangnya inisiatif-inisiatif ESG—dan semakin besarnya korelasi antara integrasi ESG dan kinerja saham—apa yang menghalangi perusahaan untuk menerapkan ESG secara menyeluruh?

Riset menunjukkan, para direktur atau pemimpin perusahaan mereka memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tujuan-tujuan ESG terhubung dengan strategi bisnis dan memahami kejelasan yang lebih baik mengenai tujuan-tujuan lingkungan hidup yang berbeda-beda tersebut.

Tanpa adanya kejelasan mengenai apa dan mengapa ESG diperlukan, maka akan lebih sulit untuk menentukan prioritas ESG. Di lain sisi, ada 22 persen yang mengatakan bahwa persaingan kepentingan bisnis/strategis akan mengalihkan fokus dan sumber daya dari integrasi ESG. Para direktur juga menginginkan wawasan yang lebih baik mengenai kemajuan dan hasil dari inisiatif-inisiatif ESG yang ada. 

Laporan lengkap  Diligent Institute bisa diunduh untuk memahami bagaimana ESG mengubah apa yang dibutuhkan perusahaan saat ini. 

Related Topics

Emisi KarbonESG

Magazine

SEE MORE>
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024

Most Popular

Daftar Saham IPO dengan Penguatan Tertinggi di 2024
Mengenal AZKO, Merek Baru Pengganti Ace Hardware Mulai 2025
7 Tren yang Akan Mendominasi Pemasaran di Tahun 2025
Rapor IHSG 2024: Fundamental hingga Kinerja Tiap Sektor
Masuk Bisnis EV, Grup Erajaya Jadi Distributor Mobil Xpeng
Cara Menabung yang Benar dan Tips Memulainya, Resolusi 2025!