Riset: Pekerja Pilih Sistem Hybrid Daripada WfH atau Remote Working

Makan siang gratis tidak efektif membuat karyawan tertarik.

Riset: Pekerja Pilih Sistem Hybrid Daripada WfH atau Remote Working
Ilustrasi burnout dalam kerja. (Pixabay/Lukas Bieri)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pascapandemi Covid-19 perdebatan mengenai sistem kerja masih menjadi perbincangan. Para pengusaha telah mencoba berbagai cara untuk mengembalikan pekerja mereka ke kantor setelah bertahun-tahun bekerja jarak jauh, mulai dari ancaman menahan promosi jika karyawan tidak hadir di kantor hingga menyediakan bir dan makan siang gratis di dekat meja kerja.

Tarik menarik sistem kerja antara pengusaha dan pekerja juga terjadi di Amerika. Untuk pertama kalinya sejak pandemi, orang Amerika lebih memilih kerja hibrida daripada kerja jarak jauh—dan bukan makan siang gratis yang mendorong perubahan ini. Demikian dilaporkan Fortune.com.

Upaya-upaya memberikan banyak fasilitas tidak selalu diterima dengan baik oleh karyawan, yang menyebut mandat kembali ke kantor secara mendadak sebagai "pengkhianatan," dengan alasan bahwa tidak masuk akal untuk kembali bekerja secara tatap muka setelah sekian lama bekerja dari rumah. Namun, seruan marah untuk memberontak terhadap kerja jarak jauh mulai mereda, menurut laporan terbaru Morning Consult yang dirilis Juli 2024.

“Empat tahun lalu, perusahaan dan pekerja berbicara dengan penuh semangat tentang bagaimana kerja jarak jauh adalah masa depan,” kata Amy He, Kepala Analisis Industri Morning Consult dan penulis laporan tersebut, kepada Fortune.

“Sekarang, empat tahun kemudian, perusahaan dan pekerja mulai mengubah pandangan mereka," ujarnya, menambahkan.

Fasilitas gratis tak membuat karyawan tertarik WfO

Menurut He, meskipun pengusaha menawarkan berbagai keuntungan untuk menarik pekerja kembali ke kantor, itu bukanlah faktor utama yang mengubah sikap karyawan.

“Mendapatkan makan siang dan makan malam gratis—itu bagus, tapi masih lebih kecil dibandingkan dengan biaya sebenarnya dan yang lebih penting, biaya yang tidak dapat dihindari, yang harus ditanggung untuk kembali ke kantor,” katanya.

Karyawan lebih peduli pada pengusaha yang menangani masalah pengasuhan anak dan perjalanan. Dari riset terungkap, sebanyak 55 persen responden survei Morning Consult mengatakan bahwa pemberian tunjangan pengasuhan anak dari pengusaha adalah faktor yang mempengaruhi keputusan mereka untuk bekerja secara tatap muka.

Poin makan siang tim dan bekerja bersama rekan kerja adalah motivator terendah untuk kembali ke kantor, meskipun masing-masing 50 persen dan 42 persen responden masih mengatakan bahwa hal itu mungkin atau pasti penting untuk kerja tatap muka.

Fleksibilitas tergerus realitas

Fakta bahwa pekerja lebih tertarik pada manfaat finansial ketimbang fasilitas gratis diperkuat pandangan para ahli. Profesor ekonomi Stanford, Nicholas Bloom, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa fleksibilitas kerja setara dengan kenaikan gaji sebesar 8 persen

Sebagian besar karena inflasi, biaya penitipan anak telah naik 36 persen dalam dekade terakhir, statistik yang semakin mengkhawatirkan berkat lonjakan kelahiran akibat COVID. Biaya perjalanan sekarang lebih mahal US$2.000 dan memakan waktu 39 jam lebih lama per tahun dibandingkan sebelum pandemi karena pekerja pindah lebih jauh dari kantor, sehingga sulit bagi pengusaha untuk memberikan insentif tambahan bagi karyawan mereka.

Jadi mengapa pekerja mau mengatasi hambatan-hambatan ini? Alasannya jauh dari sekadar keuntungan atau promosi, ujar He. Dengan 90 persen perusahaan berencana meminta karyawan kembali ke kantor dalam kapasitas tertentu pada akhir 2024, menurut Resume Builder, banyak pekerja yang tidak punya pilihan lain. Justru nantinya banyak pekerja yang berhenti dan menentang perubahan ini.

Saat pekerja kembali ke kantor, bahkan jika pada awalnya enggan, mereka menyadari bahwa fleksibilitas bisa berwujud berbeda. Mungkin berarti perjalanan lebih mudah ke gym setelah kerja atau membentuk kebiasaan baru yang sebenarnya lebih baik daripada bekerja sepenuhnya dari rumah.

“Orang pada umumnya cukup adaptif,” kata He yang juga menilai kembali ke kantor tidak seburuk yang dibayangkan jika jam kerja lebih fleksibel.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

Most Popular

12 Tahun Dijual, Rumah Mewah Michael Jordan di Chicago Akhirnya Laku
Isak Tangis Sri Mulyani di Banggar DPR Usai Sepakati RUU APBN 2025
OnlyFans Cetak Rekor Pendapatan, Capai US$6,6 Miliar di 2023
Bunga Acuan Turun, BI Proyeksikan Kredit Bank Tumbuh 12%
Perbedaan Istana Garuda dan Istana Negara IKN, Jangan Keliru
TikTok Ungkap 4 Jenis Konsumen, Penjual Harus Paham