Studi: Era WFH Tamat, 90% Karyawan Enggan Kembali ke Kantor

Talenta terbaik bisa mundur karena aturan tidak fleksibel.

Studi: Era WFH Tamat, 90% Karyawan Enggan Kembali ke Kantor
ilustrasi kantor (unsplash.com/Israel Andrade)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Era bekerja dari rumah alias Work From Home (WFH) agaknya benar-benar akan tamat. Sejak tahun lalu, petinggi Amazon, Facebook, Google, dan perusahaan lainnya sudah mengevaluasi implementasi WFH dan menganggap metode itu tak efektif. 

Banyak alasan dari para CEO mulai menerapkan aturan konvensional tersebut. Melansir MediaDecision.com, dalam laporan KPMG Global CEO Outlook, 64 persen eksekutif global percaya bahwa tahun 2026 akan menjadi tahun di mana dunia memberlakukan aturan bekerja di kantor sepenuhnya. Para CEO juga mengatakan bahwa mereka sedang menjajaki insentif dan fasilitas untuk menjadikan pekerjaan di tempat lebih menarik daripada pekerjaan jarak jauh.

Hal ini sangat berbenturan dengan keinginan karyawan. Dalam studi yang dilakukan Gallup, sebanyak 90 persen pekerja mengatakan tidak ingin kembali bekerja sepenuhnya di kantor. Mereka menilai, bekerja dengan tim tak harus selalu berada di lokasi yang sama. Menyusul kontroversi ini, faktanya banyak karyawan yang rela melepaskan pekerjaannya yang tidak memberikan fleksibilitas yang mereka inginkan.

Sejak pengunduran diri besar-besaran dimulai pada awal tahun 2021, para pengusaha khawatir akan kehilangan talenta terbesar mereka karena masalah fleksibilitas. Namun, seiring dengan industri yang menemukan keseimbangan dan talenta-talenta baru yang berkembang secara agresif, kekuasaan tampaknya beralih kembali ke tangan para pemberi kerja. Pada akhirnya, sistem yang tidak fleksibel hanya memikirkan para pemodal, pemegang investasi.

Apakah semua perusahaan menentang bekerja dari jarak jauh?

Sangat menarik untuk melihat bagaimana perkembangannya dalam beberapa tahun ke depan. Apakah semua perusahaan menentang bekerja dari jarak jauh? 

Jawaban singkatnya adalah 'tidak.” Terdapat perusahaan global yang tetap mendukung dan berinvestasi dalam pekerjaan jarak jauh. Misalnya, Gumroad memiliki budaya kerja jarak jauh, dengan salah satu budaya perusahaan yang terkenal dengan “tidak ada rapat”.

CEO Dropbox, Drew Houston, memberikan pandangan berbeda tentang masa depan pekerjaan jarak jauh.  “Jika Anda memercayai orang lain dan memperlakukan mereka seperti orang dewasa, mereka akan berperilaku seperti orang dewasa," ujarnya.

Dengan aturan 90/10 yang diterapkan perusahaannya — 90 persen dalam setahun untuk pekerjaan jarak jauh dan 10 persen untuk acara di luar kantor — Houston menunjukkan kepercayaan pada orang-orang untuk tetap produktif di mana pun lokasinya. 

Pemikiran Houston yang lahir pada 1983 mewakili generasi Y atau millenials. Dan dia bukan satu-satunya. Semakin banyak perusahaan global yang mendorong karyawannya untuk bekerja dengan jadwal dan sistem yang fleksibel dan nyaman bagi mereka.

Berbeda dengan CEO Tesla, Elon Musk, yang paling vokal tentang ketidaksukaannya terhadap pekerjaan jarak jauh. Musk tidak hanya mengirim email terkenal kepada para pekerja tahun lalu yang mengharuskan minimal 40 jam per minggu, ia juga meremehkan pekerja jarak jauh dan mengatakannya sebagai pekerja yang “terlepas dari kenyataan.” 

Di luar dugaan, pandangan ironis Elon Musk diikuti perusahaan lainnya. Pada bulan Agustus 2023, Zoom membalikkan budaya kerja jarak jauh dengan mewajibkan karyawan yang berada dalam jarak 50 mil dari perusahaan untuk kembali ke kantor.

Jalan tengah diambil Meta yang memulai kebijakan hari kerja kantor tiga hari. Pengaturan hybrid ini telah terbukti menjadi kompromi antara perusahaan yang ingin memaksimalkan jam kerja dan karyawan yang menyukai pekerjaan jarak jauh.

Bagaimana masa depan pekerjaan jarak jauh?

Pengaturan kerja jarak jauh dan hybrid sangat baik bagi perusahaan yang mengutamakan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya dan bukan saat karyawan tersebut masuk. Diharapkan, setiap perusahaan memiliki cara yang sedikit berbeda dalam menangani kebutuhan akan fleksibilitas ini. Dalam artian fleksibilitas tetap diperlukan, sebab aturan jam kerja dan cara lama tak bisa dipukul rata untuk semua karyawan dengan jobdesk dan spesialisasi berbeda.

Ada lebih dari satu pendapat tentang masa depan pekerjaan. Karena konsep kerja jarak jauh mengalami realitas yang berbeda-beda di berbagai industri dan hasil yang beragam, konsep ini tidak bisa dijadikan model yang bisa diterapkan untuk semua orang.

Namun, tren seperti cepatnya adopsi alat-alat teknologi baru, fokus pada kesejahteraan karyawan, model kerja hybrid, kemudahan orientasi dan integrasi jarak jauh, penekanan pada keamanan siber, dan masih banyak lagi, semakin memperkuat pengembangan budaya baru. 

Meskipun kerja jarak jauh bukanlah suatu pilihan, perusahaan dapat mentransfer prinsip dan manfaatnya ke lingkungan kantor. Para eksekutif bisnis harus menerima dan mengadopsi pengaturan kerja ini, yang sangat penting untuk mencapai produktivitas berkelanjutan.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024