Jakarta, FORTUNE - Layanan konsultasi kesehatan secara daring atau telemedisin diprediksi masih diminati sepanjang 2022. Riset Inventure-Alvara yang dirilis Januari 2022 mengungkapkan 54,8 persen responden menyatakan tetap menggunakan telemedisin untuk membeli obat resep dokter.
Di samping itu, riset menunjukkan masyarakat menggunakan telemidisin untuk membeli produk-produk kesehatan, seperti masker (40,9 persen), hand sanitizer (30,9 persen), suplemen (28,2 persen), disinfektan (27,7 persen), dan obat herbal (25,5 persen).
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Prodia Widyahusada, Dewi Muliaty menyoroti hal yang perlu diperhatikan pelaku industri tahun 2022. Dia memerinci tiga hal, yakni konsumen yang lebih mementingkan kesehatan, membeli produk kesehatan masuk daftar prioritas, dan perubahan perilaku mendorong industri melakukan transformasi digital.
Selain itu, menurutnya konsumen lebih customer-centric dan berhati-hati memilih layanan kesehatan yang aman, serta tanpa mendapat risiko terpapar virus, maka memilih telemedisin.
“Saat ini healthy is beauty, ada perubahan bahwa orang yang tadinya tak terlalu perhatian ke kesehatan sekarang orang lebih peduli, sehingga kebiasaan berubah dari menyepelekan kesehatan jadi prioritas. Misalnya, pemakaian masker, hand sanitizer, dan mengenal pemeriksaan laboratorium,” kata Dewi dalam Indonesia Industry Outlook 2022 Conference yang digelar virtual, Rabu (9/2).
Efisiensi bisnis tanpa mengurangi kualitas pelayanan
Dewi mengungkapkan, dua tahun pandemi para penyedia layanan pemeriksaan kesehatan mengalami masa-masa sulit untuk meningkatkan bisnis. Namun, di sisi lain efisiensi itu tanpa menghambat inovasi. Salah satunya melalui transformasi digital.
“Bagaimana yang kita kerjakan dengan hasil sama, capaian tinggi tapi biaya rendah. Kami mempersiapkan fondasi IT sejak 20211. Ketika IPO 2016 akhir kami siapkan transformasi digital, sehingga ketika pandemi lebih siap dan bisa mengakselerasi IT blueprint,” katanya.
Tak hanya itu, pelaku industri juga perlu mewaspadai shifting yang cepat untuk membuat rencana bisnis.
“Setelah ada pandemi kami tidak bisa memprediksi plan, sebab situasi berbeda. Di 2021 kita siapkan proyeksi pandemi mereda dan pada 2022 akan rebound. Kenyataannya ada Omicron. Jadi harus menyiapkan beberapa skenario sebagai antisipasi, tidak ada copy paste dari tahun sebelumnya,” kata Dewi.
Kolaborasi meningkatkan pertumbuhan bisnis
Dewi menyampaikan, di era ini tidak bekerja sendiri, termasuk industri layanan kesehatan perlu kolaborasi untuk melayani masyarakat.
“Walaupun kami punya aplikasi sendiri, tetapi bekerja sama dengan platform health care lain, seperti Halodoc, Alodokter, Traveloka, Grabhealth, dan lainnya. Kerja sama ini juga memperluas kanal layanan kami, sehingga masyarakat lebih mudah mengakses,” katanya.
Diakuinya, kolaborasi juga meningkatkan pertumbuhan bisnis Prodia. Misalnya, tahun lalu ada kenaikan permintaan layanan home service melalui digital apps.
“Kenaikannya untuk home visit sekitar 130 persen dan secara revenue naik sekitar 200 persen. Belum lagi ada kenaikan juga di pengguna mobile apps dan layanan pembayaran sekitar 900 persen,” ujar Dewi.
Disinggung mengenai persaingan bisnis dan munculnya pemain baru, khususnya laboratorium yang menyediakan tes COVID-19, ia mengatakan masing-masing punya ciri khas dan fokus layanan sendiri.
“Orang makin mengenal diagnostik, sekarang banyak pemain baru juga yang melayani COVID-19 testing, tapi perlu dibedakan player yang menyediakan tes lengkap atau fokus covid testing. Lab yang fokus covid testing apakah akan terus bertahan lama sebab pandemi akan end, kita tidak tahu,” katanya
Dia menjelaskan, layanan tes laboratorium amat luas dan perkembangannya cepat. Pemain baru di dalam negeri saat ini jangan dianggap pesaing, tetapi sama-sama berkontribusi di masa pandemi. Justru persaingan yang lebih menantang datang dari pemain regional atau global yang ekspansi ke Indonesia karena menganggap Indonesia sebagai market besar.
Tak kalah penting, Dewi mengingatkan di tahun macan air ini para pelaku industri pelayanan kesehatan harus punya strategi baru dan memperhatikan people management. Setiap shifting harus menjadi momentum, termasuk untuk pengembangan teknologi dan transformasi digital.