Jakarta, FORTUNE - Emiten farmasi, PT Kalbe Farma (KLBF) menganggarkan belanja modal atau capital expanditure (capex) tahun ini sebesar Rp1 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dan ekspansi perseroan.
"Capex rutin tahun ini yang kami anggarkan tahun ini Rp1 triliun, untuk mendukung kebutuhan lini produksi, distribusi, investasi digital dan research and development (R&D) yang biasanya mencapai Rp250-300 miliar," kata Presiden Direktur Kalbe Farma, Vidjongtius kepada Fortune Indonesia, Selasa (10/1).
Vidjong mengatakan, strategi ekspansi akan tetap diteruskan tahun ini karena kebutuhan obat di masyarakat masih sangat besar, sehingga perseroan perlu melengkapi kebutuhan tersebut ke depan, baik dari obat resep, obat bebas, suplemen, alat kesehatan, diagnstika dan sebagainya.
Dengan kebutuhan obat maupun suplemen yang besar, serta kondisi perekonomian dalam negeri yang tumbuh positif, dia memperkirakan, pendapatan dan laba bersih perusahaan tahun ini bakal tumbuh double digit. "10 persen plus minus mungkin hal wajar dalam situasi ekonomi saat ini," katanya.
Sepanjang Januari-September 2022, Kalbe membukukan penjualan bersih Rp 21,18 triliun, naik 10,91 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 19,09 triliun. Kenaikan tersebut diikuti laba bersih perseroan yang mencapai Rp2,48 triliun, tumbuh 7,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Aksi korporasi
Sepanjang 2022, Kalbe Farma cukup lincah melakukan aksi korporasi. Pada akhir tahun lalu, Kalbe Farma melalui anak usahanya telah merampungkan akuisisi saham PT Aventis Pharma atau Sanofi. Akuisisi ini diharapakan dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja Kalbe Farma, khususnya pada lini obat resep.
Sanofi saat ini memiliki portofolio produk farmasi baik obat resep, obat generik, dan vaksin serta produk kesehatan konsumen.
Vidong mengatakan, langkah strategis tersebut diperlukan bila industri dalam negeri ingin menciptakan kemandirian kesehatan dalam jangka panjang.
"Sehingga dalam periode menegah, kita perlu bridging mendekatkan diri ke sumber bahan baku dan sumber teknologinya. Melalui joint venture, kolaborasi ini akan mempercepat proses," ujarnya.
Beberapa negara yang akan dijajaki untuk kerja sama teknologi atau pengadaaan bahan baku di antaranya Cina, Korea selatan, Jepang, India, Eropa dan lainnya.