Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan Indonesia agar mewaspadai kasus gagal bayar (default) yang dialami oleh raksasa properti asal Tiongkok, Evergrande. Pasalnya, hal tersebut tak hanya berakibat terhadap regional Negeri Panda, tapi efeknya dapat menjalar ke perekonomian global.
"Isu stabilitas sektor keuangan terutama di Tiongkok menjadi perhatian, yaitu terjadinya gagal bayar dari satu perusahaan konstruksi real estate yang sangat besar, yaitu Evergrande," kata dia saat konferensi pers APBN kita, Kamis (23/9).
Sri Mulyani menegaskan, pemerintah perlu mewaspadai apa yang sedang terjadi saat ini, terutama situasi perekonomian global. Sebab, kenaikan ekspor terutama komoditas akan sangat dipengaruhi pemulihan ekonomi, terutama pergerakan negara-negara mitra dagang, terutama Tiongkok .
“Jadi kita juga harus melihat dengan mewaspadai apa yang terjadi di dalam perekonomian RRT dengan adanya fenomena gagal bayar dari perusahaan Evergrande ini,” tuturnya.
1. Evergrande sedang alami tantangan tak mudah
Saat ini, dia menyebut, kondisi korporasi sedang mengalami tantangan yang tidak mudah. Sebab, Evergrande terlilit utang lebih dari US$300 miliar. “Mereka akan mengalami situasi yang tidak mudah dan memiliki dampak yang luar biasa besar baik pada perekonomian domestik di Tiongkok maupun di dunia,” ujarnya.
2. Ketidakpastian pemulihan ekonomi global masih belum usai
Selain krisis Evergrande, Sri Mulyani juga menyoroti ketidakpastian pemulihan ekonomi global masih belum usai. Meskipun diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia bisa tumbuh positif pada tahun ini.
"Di sisi downside risk-nya sebetulnya ini belum balik. Varian delta masih harus kita perhatikan, mutasi virusnya juga masih akan terjadi. Dan pemulihan ekonomi yang tidak merata, inflasi di berbagai negara menimbulkan komplikasi," tuturnya.
3. Krisis Evergrande berdampak ke pasar modal Indonesia
Pada kesempatan terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut, ancaman gagal bayar utang yang dialami Evergrande, menjadi penyumbang ketidakpastian pasar keuangan global. Tak hanya itu, kondisi ini dapat memengaruhi pasar modal Indonesia. Namun, menurutnya, pengaruhnya murni sebagai kondisi eksternal.
“Pasar modal Indonesia bisa mendapat pengaruh. Tapi ingat, ini karena faktor eksternal, pasar modal terpengaruh bukan karena faktor domestik,” kata Perry saat konferensi pers, Selasa (21/9).
Perry mengakui, kasus tersebut juga telah memberikan dampak terhadap pasar modal nasional. Namun demikian, dampak tersebut bersifat faktor eksternal, karena sentimen berasal dari pasar modal global. Dari sisi internal, ia menegaskan, kondisi perekonomian Indonesia berada dalam level yang positif. Pasalnya, masih ada aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Ia mencatat, dari periode 20 Juli 2021 hingga 17 September 2021, terdapat aliran modal asing masuk hingga US$ 1,5 miliar.
“Sejauh ini pengaruhnya di awal ke pasar modal, dan berangsur mereda. Sementara di pasar SBN (Surat Berharga Negara), maupun pasar nilai tukar rupiah, dampaknya tidak banyak. Itu salah satu faktor nilai tukar rupiah cenderung menguat," tutur Perry.