Jakarta, FORTUNE - Pemerintah menjamin proyek gasifikasi pengubah batu bara menjadi dimethyl ether (DME) tepat sebagai bahan bakar pengganti liquefied petroleum gas (LPG). Sebab, menurut perhitungan pemerintah, biaya produksi DME lebih murah daripada impor LPG.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah bakal mendorong proyek hilirisasi di sektor pertambangan batu bara. Terutama setelah Air Products and Chemicals Inc (APCI) berkomitmen menanamkan modal sekitar US$15 miliar di sektor ini.
“Air Products melakukan investasi dengan beberapa perusahaan BUMN kita dan swasta nasional untuk melakukan hilirisasi dalam rangka bagaimana mendapatkan pengganti LPG dari batu bara, yaitu DME," kata Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (11/11).
Tak hanya DME, investasi tersebut juga diarahkan bagi pendirian fasilitas gasifikasi untuk konservasi batu bara berkalori rendah menjadi produk kimia bernilai tambah seperti metanol, dan bahan kimia lainnya. Bahlil mengatakan proyek akan dimulai pada awal 2022 melalui kerja sama dengan PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk, dan perusahaan batu bara swasta lainnya.
Tujuan hilirisasi batu bara adalah mengurangi ketergantungan terhadap LPG. Pasalnya, jika Indonesia terus mengandalkan impor LPG, cadangan devisa akan tergerus.
Realisasi komitmen investasi dari Uni Emirat Arab
Bahlil juga mengungkapkan bahwa Indonesia telah meraup komitmen investasi secara keseluruhan US$44,6 miliar dari Uni Emirat Arab (UEA) yang mencakup bidang infrastruktur, pertanian, alat kesehatan, pusat data, hilirisasi pertambangan, hingga energi baru terbarukan.
Bahlil mengatakan investasi tersebut rencananya terealisasi paling lambat pada 2024. Harapannya, minimum komitmen investasi US4,8 miliar sudah ada yang terealisasi pada 2022.
Cara genjot pertumbuhan ekonomi
Menurutnya, jika terus mengandalkan konsumsi pemerintah dan rumah tangga, ekonomi tidak dapat ditingkatkan lagi. “Tidak ada cara lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional kita itu hanya didorong sektor investasi, karena konsumsi kita sudah stuck,” ujarnya.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2021 mencapai 3,51 persen secara tahunan (yoy). Komponen pendukung pertumbuhan tersebut adalah konsumsi rumah tangga (tumbuh 1,03 persen), konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga tumbuh (2,96 persen), dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) (3,74 persen).