Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bertemu dan berdialog dengan manajemen PT Sepatu BATA Tbk (BATA) pada Rabu (8/5) demi membicarakan ihwal penutupan pabrik sepatu di Purwakarta, Jawa Barat.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan, mengatakan dalam pertemuan tersebut manajemen BATA mengakui pabriknya ditutup karena tengah melakukan efisiensi, melihat tren pasar yang cepat, dan bervariasi.
Oleh karena itu, PT Sepatu Bata Tbk akan fokus kepada pengembangan produk dan desain guna memenuhi selera pasar. Hal ini merupakan langkah yang dipilih BATA guna menghadapi persaingan industri sepatu di dalam negeri.
“Perusahaan berpendapat, fokus pada bisnis retail penting untuk dilakukan dalam rangka mengembalikan kinerja bisnis dan penjualan yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan,” kata dia lewat keterangan resmi yang dikutip Rabu (6/5).
Dalam dialog tersebut, pihak Kemenperin diwakili oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, dan Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK), Adie Rochmanto Pandiangan.
Sedangkan pihak manajemen PT Sepatu Bata Tbk diwakili oleh para direksi yaitu Hatta Tutuko, Ahmad Danial, dan Prima Andhika Irawati.
Dari hasil dialog terungkap bahwa keputusan penutupan lini manufaktur atau produksi oleh manajemen sepatu Bata berkaitan dengan strategi bisnis yang dilakukan dalam rangka refocusing pada lini penjualannya (store).
Kendati telah menutup pabrik, Adie menyampaikan BATA akan terus menjual produk yang masih bersumber pada produsen dalam negeri yang selama ini bekerja sama dengan mereka, seperti PT Prestasi Ide Jaya dan enam pabrik lainnya.
Diharapkan strategi ini dapat meningkatkan penjualan, yang nantinya juga akan meningkatkan produksi di tujuh pabrik tersebut.
Tetap akan menjual alas kaki produksi dalam negeri
Dengan strategi tersebut, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT Sepatu Bata Tbk secara agregat tetap sama dan bahkan akan ditingkatkan.
Selain itu, kata Adie, pekerja yang masih berusia produktif yang terdampak PHK akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta.
“Langkah yg diambil oleh PT Sepatu Bata Tbk tersebut sebenarnya dianggap kurang tepat, karena saat ini kondisi industri sepatu nasional tumbuh terus dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi (konsumsi) dan jaminan bahan baku,” ujar Adie.
Kendati demikian, Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, dan bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar.
Pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki sesuai Permendag 36/2023 berikut perubahannya diharapkan akan melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor, sehingga penjualan produk dalam negeri akan terus tumbuh.
“Untuk PT Sepatu Bata Tbk, pemerintah juga terus mendorong agar meningkatkan ekspor dari hasil produksi dalam negeri sebagai bagian dari rantai pasok global merek Bata bersama afiliasinya di luar negeri,” kata Adie.