Jakarta, FORTUNE - PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) mencatatkan kinerja positif hingga kuartal III-2021. Perseroan membukukan laba bersih Rp4,8 triliun, naik 176 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp1,7 triliun.
“Kenaikan kinerja ini seiring dengan pemulihan ekonomi global maupun nasional yang mendorong naiknya permintaan atas batu bara, disertai dengan kenaikan harga batu bara yang signifikan hingga menyentuh level US$203 per ton pada 30 September 2021,” kata Direktur Utama Bukit Asam, Suryo Eko Hadianto, dalam paparan kinerja secara virtual, Senin (25/10).
Pencapaian laba bersih tersebut didukung dengan pendapatan sebesar Rp19,4 triliun, naik 51 persen ketimbang periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 12,8 triliun. Hal ini tak lepas dari lonjakan harga batu di pasar ICE Newcastle (Australia) yang sempat bertahan di atas US$200 per ton.
Total produksi batu bara PTBA selama kuartal III-2021 mencapai 22,9 juta ton dengan penjualan 20,9 juta ton. Perseroan menargetkan kenaikan volume produksi batu bara dari 26,1 juta ton pada 2020 menjadi 30 juta ton pada 2021.
PTBA juga menargetkan kenaikan porsi ekspor batu bara sebagai upaya pemanfaatan momentum kenaikan harga batu bara internasional. Perusahaan menargetkan porsi ekspor batu bara hingga akhir tahun 2021 bisa mencapai hingga 47 persen.
Proyek Gasifikasi PTBA
Progres proyek gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) yang dilakukan perseroan masih berjalan sesuai dengan rencana dan akan segera terealisasi sebagai bentuk komitmen atas terbitnya Perpres 109 tahun 2020 yang ditandatangani pada 17 November 2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Terdapat dua proyek PTBA yang masuk menjadi PSN (Proyek Strategis Nasional). Pertama, hilirisasi gasifikasi batu bara di Tanjung Enim, dan yang kedua, Kawasan Industri—Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE)—Tanjung Enim.
PTBA, Pertamina, dan Air Products & Chemicals Inc (APCI) menandatangani amandemen perjanjian kerja sama pengembangan DME yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat. Pada kesempatan sama, juga dilakukan penandatanganan perjanjian pengolahan DME yang menjadi bagian dari kerja sama pengembangan DME tersebut.
PSN akan dilakukan di Tanjung Enim selama 20 tahun, dengan mendatangkan investasi asing dari APCI sebesar US$2,1 miliar atau setara Rp30 Triliun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG lebih dari 1 juta ton per tahun.
PTBA mulai masuk PLTS
Selain gasifikasi batu bara, PTBA juga lakukan ekspansi bisnis ke sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Bandara Soekarno Hatta, yang bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II (Persero).
Kemudian, perseroan batu bara ini juga tengah menyiapkan lahan guna menggarap proyek pengembangan PLTS di lahan pasca-tambang milik perusahaan di Ombilin-Sumatera Barat, Tanjung Enim-Sumatera Selatan, dan Bantuas-Kalimantan Timur. Lahan tersebut nantinya akan terpasang PLTS dengan kapasitas masing-masing 200 MW. “Saat ini PLTS sedang dalam tahap pembahasan dengan PLN untuk bisa menjadi Independent Power Producer (IPP),” kata Suryo.
Target DMO PTBA ke PLN terlampaui
Suryo menyatakan perusahaan berkomitmen memenuhi alokasi domestic market obligation (DMO) yang telah ditetapkan pemerintah. Dari target DMO 25 persen dari total produksi perseroan, PTBA telah melampauinya. Walaupun harga batu bara global sempat meroket di atas US$200 per ton, kebutuhan dalam negeri tetap menjadi prioritas PTBA. " PTBA melampaui itu, dan kami jaga komitmen ke PLN," tuturnya.