Jakarta, FORTUNE - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengaku telah menyiapkan formulasi untuk mewujudkan pembentukan organisasi negara penghasil nikel sejenis Organisasi Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC).
Dia mengatakan formulasi tersebut telah ditawarkan ke sejumlah negara seperti Kanada dan Australia, dan masih menunggu respons dari negara-negara tersebut.
“Dari kita sendiri formulasinya sudah ada, tapi harus kita tawarkan formulasi yang sama untuk kemudian mereka ada koreksi tidak. Dan sekarang tawaran konsep itu sudah kita kasih ke mereka. Kita menunggu mendapat feedback. Tapi, kesepahaman umumnya kita sudah pada satu titik pemikiran yang sama,” kata Bahlil dalam keterangannya, Kamis (17/11).
Menurut Bahlil, Indonesia bermimpi untuk mendirikan organisasi semacam OPEC yang terdiri dari negara-negara kaya nikel. Apalagi, saat ini Indonesia tengah memprioritaskan hilirisasi sumber daya alam untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.
Kanada dan Australia hampir sepaham
Hal itu dilakukan lantaran negara-negara Eropa, yang merupakan pusat pabrikan otomotif, mengharuskan pembangunan pabrik baterai mobil harus berlokasi dekat dengan pabrik mobil listrik.
“Nah, kalau ini terus terjadi, maka negara-negara penghasil bahan baku ini tidak akan mendapatkan nilai tambah. Maka kemudian ide ini dilakukan oleh Indonesia dan saya komunikasikan, baik dengan Kanada, Australia, dan kami sudah hampir mencapai satu kesepahaman. Butuh sedikit lagi untuk memberikan penjelasan,” katanya.
Indonesia memang menjadi produsen nikel terbesar di dunia dengan kontribusi 38 persen pasokan global, berdasarkan data konsultan berbasis di Inggris, CRU Group. Angka ini disinyalir menguasai seperempat cadangan logam nikel dunia.
Data dari U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries pada Januari lalu menunjukkan produksi nikel Indonesia mencapai 1 juta metrik ton dengan cadangan 21 juta metrik ton. Indonesia menduduki peringkat teratas baik dalam hal cadangan maupun produksi nikel.
Ajak pemilik lithium untuk masuk ke Indonesia
Sebelumnya, Bahlil juga mengajak sejumlah CEO perusahaan asal Australia berkolaborasi dalam mendorong hilirisasi dan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mendukung pengembangan ekosistem industri baterai listrik di Indonesia.
Bahlil mengutarakan ajakan tersebut dalam pertemuan di Nusa Dua, Bali. Ia berpendapat Indonesia dan Australia sama-sama memiliki kekuatan di sektor pertambangan, yaitu termasuk dalam negara-negara produsen terbesar di dunia untuk beberapa komoditi seperti nikel.
Australia juga memiliki keunggulan sebagai penghasil lithium terbesar dunia. Melihat potensi yang ada di kedua negara, Bahlil mengajak Australia untuk bekerja sama dalam pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia.
“Indonesia memiliki pasar yang besar dalam industri kendaraan listrik dengan pemain-pemain global besar yang sudah berinvestasi seperti LG, Foxconn, CATL," katanya, Rabu (16/11).