Jakarta, FORTUNE - PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) terus melakukan eksplorasi. Salah satu tambang batu bara milik anak usaha (IATA) PT Arthaco Prima Energy (APE) dilaporkan kembali menemukan cadangan baru.
Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) mengungkapkan anak usaha pertambangan batu bara milik Hary Tanoesoedibjo menemukan tambahan cadangan 52,1 juta metrik ton (MT) pada area seluas 1.720 hektare. Kualitas batu bara yang ditemukan memiliki kalori 2.500 - 3.250 kg/kkal.
“APE diharapkan menghasilkan Net Present Value (NPV) sebesar US$452,3 juta, dengan Internal Rate of Return (IRR) 60,3 persen, Break-Even Point (BEP) 6,92 juta MT, dan Payback Period 1,98 tahun, berdasarkan harga rata-rata batu bara HBA dari tahun 2021 hingga Juni 2022,” tulis manajeman terhadap keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat (1/7).
Dengan ditemukannya cadangan baru, total cadangan batu bara IATA meningkat menjadi 253,42 juta MT dari sebelumnya 201,32 juta MT. Bahkan sumber daya batu bara yang baru ditemukan tersebut belum mencapai 11,5 persen dari total area yang dapat ditambang.
Potensi cadangan mencapai 600 juta MT
Pemboran Arthaco Prima Energy tahap 4 dijadwalkan akan selesai pada akhir kuartal ini. APE mengoperasikan IUP yang ditargetkan mulai berproduksi tahun ini, dan menempati lahan seluas 15.000 hektare di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Lokasi penambangan Arthaco Prima Energy hanya berjarak 12,5 kilometer dari sungai, dan sekitar 108 kilometer ke area pengapalan di pelabuhan Tanjung Buyut.
“Kegiatan pengeboran masih dilakukan secara bertahap dan cadangan terbukti akan terus bertambah jika hasil eksplorasi menunjukkan temuan batu bara baru. IATA memperkirakan cadangan batu bara untuk semua IUP setidaknya 600 juta MT,” katanya.
Terjadi peningkatan permintaan
Manajemen menilai efek berkepanjangan yang timbul dari konflik Rusia-Ukraina yang berkelanjutan mengakibatkan keadaan ekonomi yang semakin tertekan dan sebagian besar negara terpaksa membayar harga tinggi sumber daya energi alam. Hal ini karena tidak ada alternatif lain yang efisien dan mudah diakses.
Selain itu, perusahaan menilai batu bara Indonesia mengalami permintaan yang kuat dari India dan beberapa negara Eropa seperti Jerman, Spanyol, Italia, dan Belanda. Harga batu bara yang relatif jauh lebih murah dibandingkan minyak dan gas menjadi salah satu faktor peningkatan permintaan.
“Harga batu bara kalori tinggi yang terlalu mahal membuat batu bara kalori rendah menjadi pilihan yang sangat menarik bagi negara-negara yang ingin memaksimalkan nilai efisiensi pembangkit listrik, di mana IATA merupakan salah satu produsen,” katanya.