Jakarta, FORTUNE - Sekretaris Utama Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Heldy Satrya Putera, mengatakan Hilirisasi komoditas terus menjadi fokus utama pemerintah Indonesia dalam memperkuat struktur ekonomi.
Dia menyatakan hilirisasi terbukti berkontribusi signifikan terhadap realisasi investasi nasional. Sebab, 26,5 persen dari total investasi atau setara dengan Rp375,4 triliun terekam sepanjang 2023. Kemudian pada 2024 hingga September lalu, persentasenya mencapai 21,6 persen atau Rp272,9 triliun.
"Ini baru berbicara soal Nikel. Jika kita bicara 28 komoditas, tentu kontribusinya akan jauh lebih besar. Hilirisasi ini menjadi harapan besar untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, asalkan ekosistemnya dibangun dengan baik," kata Heldy dalam acara diskusi mengenai hilirisasi di Jakarta, Jumat (20/12).
Bila capaian itu diperinci, smelter berkontribusi Rp170,78 triliun—yang didominasi nikel. Kemudian sektor investasi terbesar lainnya dari pertanian, khususnya pada industri pengolahan CPO sebesar Rp44,09 triliun, dan yang ketiga kehutanan industri pulp & paper sebesar Rp33,72 triliun.
Selain itu, hilirisasi minyak dan gas bumi dalam industri petrokimia mencapai Rp17,46 triliun, serta ekosistem kendaraan listrik dari baterai kendaraan listrik mencatatkan nilai realisasi investasi Rp6,86 triliun.
Heldy mengatakan ekosistem ini tidak hanya mencakup cadangan komoditas, tetapi juga regulasi yang mendukung, seperti perizinan dan pemberian insentif bagi pelaku usaha.
"Saat ini, kita sudah membuat peta jalan hilirisasi untuk 28 komoditas. Kita akan mendorong hilirisasi untuk komoditas lainnya melalui ekosistem yang sudah dirancang. Perhitungannya harus hati-hati agar tidak terjadi oversupply, yang bisa berdampak buruk pada perekonomian dan harga komoditas itu sendiri," ujar Heldy.
Hilirisasi nikel menjadi langkah awal
Heldy mengatakan hilirisasi nikel menjadi langkah awal keberhasilan pemerintah. Dua produk utama yang dihasilkan dari nikel adalah stainless steel dan baterai kendaraan listrik (EV).
"Stainless steel menjadi prioritas awal karena teknologinya sudah tersedia, sedangkan baterai EV berkembang belakangan. Pola pengembangan baterai ini menarik karena mencakup ekosistem lengkap, mulai dari tambang hingga produk akhir," ujarnya.
Investasi besar dari Hyundai dan Hyundai LG Indonesia menjadi bukti keberhasilan pendekatan ini. Saat ini, pabrik baterai telah berdiri, sementara fasilitas untuk memproduksi bahan baku seperti prekursor dan katoda sedang dalam tahap konstruksi.
Di Halmahera, pembangunan untuk produksi prekursor secara massal sudah hampir rampung. Dampaknya, nilai ekspor produk nikel melonjak signifikan dari US$3,3 miliar pada 2017 menjadi US$33 miliar pada 2023.
Perlu keseimbangan
Namun, pemerintah menyadari pentingnya menjaga keseimbangan pasar agar harga nikel tetap stabil. Jika produksi berlebihan, harga bisa jatuh. Sebaliknya jika terlalu tinggi, teknologi baterai lain seperti Lithium Iron Phosphate (LFP) bisa menjadi alternatif.
"Pelaku industri global tidak ingin bergantung pada satu produk saja. Ini yang harus kita pelihara, agar tidak terjadi ketergantungan berlebihan atau anjloknya nilai tambah produk," ujar Heldy.
Metode pengembangan ekosistem hulu-hilir yang diterapkan pada nikel kini menjadi model untuk komoditas lainnya. Pemerintah berencana mengundang pemain global yang menjadi champion pada setiap komoditas untuk mempercepat pembangunan industri hilir di Indonesia.
"Pendekatan ini memungkinkan kita meningkatkan nilai tambah secara signifikan. Jika nilai tambah nikel dari produk pertama saja sudah besar, kontribusinya akan jauh lebih tinggi jika kita masuk ke produk lanjutan seperti baterai," kata Heldy.