Jakarta, FORTUNE - Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk resmi merampungkan proses perbaikan kinerja usaha yang terus diintensifkan sejak akhir 2021. Salah satu penandanya adalah diterbitkannya Surat Utang Baru dan Sukuk Baru pada 28 dan 29 Desember 2022 sebagai rangkaian akhir aksi korporasi strategis guna mencapai tanggal efektif berdasarkan perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27 Juni 2022.
"Bertepatan dengan momentum penutup tahun, Garuda berhasil merealisasikan komitmennya dalam pemenuhan kesiapan realisasi Perjanjian Perdamaian,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, dalam keterangan tertulis, Minggu (1/1).
Efektivitas dari seluruh ketentuan Perjanjian Perdamaian ini melengkapi implementasi berbagai tahapan fundamental lainnya yang telah dicapai oleh Garuda melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dengan pemenuhan berbagai langkah strategis korporasi tersebut, Garuda siap untuk segera mengimplementasikan Perjanjian Perdamaian secara efektif mulai 1 Januari 2023.
Garuda telah melalui sejumlah tahapan strategis dalam merampungkan proses restrukturisasi, mulai dari perolehan putusan homologasi atas Perjanjian Perdamaian oleh PN Jakarta Pusat, termasuk memaksimalkan langkah renegosiasi beban sewa pesawat, restrukturisasi utang jangka panjang, serta instrumen kewajiban usaha lainnya.
Perusahaan tersebut secara resmi juga telah menerima dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun sebagai dukungan terhadap langkah penyehatan kinerja Garuda sebagai national flag carrier.
Komposisi kepemilikan saham Garuda Indonesia
Sejumlah tahap fundamental perampungan proses restrukturisasi tersebut di antaranya menerbitkan saham baru dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebanyak 39.788.136.675 lembar saham atau senilai Rp7.798.474.788.300, meliputi realisasi PMN serta partisipasi pemegang saham lainnya.
Kemudian dilanjutkan dengan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD), yang melaluinya Garuda telah mendistribusikan saham untuk mengonversi utang 25.806.070.908 lembar saham atau senilai Rp5,05 triliun—termasuk di dalamnya realisasi Obligasi Wajib Konversi.
Dengan serangkaian pendistribusian saham baru tersebut, komposisi kepemilikan saham Garuda saat ini: pemerintah 64,54 persen, Trans Airways 7,99 persen, saham publik 4,83 persen, serta saham kreditur 22,63 persen.
Terbitkan sukuk baru
Melengkapi penyelesaian penerbitan saham baru tersebut, Garuda telah merilis Sukuk Baru sebagai bagian dari tindak lanjut restrukturisasi Garuda atas Global Sukuk senilai US$500 juta yang telah direstrukturisasi menjadi sukuk baru dengan nilai pokok US$78.019.580 dengan tenor jatuh tempo 9 tahun sejak diterbitkan. Jumlah distribusi periodik 6,5 persen tunai atau, selama dua tahun pertama atas pilihan Trustee, 7,25 persen yang harus dibayar dalam bentuk natura (payable in-kind/PIK).
Garuda juga telah menerbitkan instrumen Surat Utang Baru sebagai bagian dari skema restrukturisasi untuk kreditur yang terklasifikasi sebagai pemberi sewa, kreditor sewa pembiayaan, pabrikan pesawat, para vendor MRO dan para kreditur utang usaha luar negeri yang berhak menerima surat utang baru sesuai Rencana Perdamaian dengan jumlah pokok awal sebesar US$624.211.705 dan tenor jatuh tempo 9 tahun sejak diterbitkan.
Dari optimalisasi ketersediaan alat produksi, hingga akhir tahun ini, Garuda dapat mengoperasikan sekitar 53 pesawat. Tahun ini Garuda menargetkan dapat mengoperasikan sedikitnya 66 pesawat di luar jumlah pesawat yang dimiliki, yakni 6 unit.