Sebab Realisasi Serapan Gas Murah Industri Tidak 100 Persen

Faktornya ada macam-macam.

Sebab Realisasi Serapan Gas Murah Industri Tidak 100 Persen
Dok. PGN
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Penyerapan HGBT belum mencapai 100 persen
  • Faktor kendala operasional di sisi hulu, midstream, dan downstream
  • Perlu dilakukan evaluasi terhadap penyaluran HGBT kepada industri penerima

Jakarta, FORTUNE - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan penyebab dari program harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah untuk industri tertentu belum terserap 100 persen.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mengatakan terdapat beberapa kendala yang menyebabkan penyerapan gas murah industri tidak maksimal.

“Di tahun 2023 realisasinya di atas 90 persen. Kenapa tidak terserap 100 persen? Ini sedang kita lakukan evaluasi dan kami boleh sampaikan faktornya memang cukup banyak,” kata Kurnia dalam diskusi virtual bertajuk "Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik" Rabu (28/2).

Kebijakan harga gas murah untuk industri tertentu sebesar US$6 per MMBTU telah diberlakukan sejak 2020. Kebijakan ini pun akan berakhir pada akhir 2024.

Dia mengatakan ada banyak penyebab realisasi penyerapan gas tidak terserap pernuh. Faktor pertama, dari sisi hulu tempat rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.

“Ada alokasi yang sudah direncanakan dalam Kepmen, jadi ada sedikit fluktuasi kadang meningkat dan mungkin ada penurunan,” ujarnya.

Serapan HGBT yang tidak maksimal

Kedua, faktor dari sisi midstream dan downstream. Kurnia mengatakan ada beberapa industri belum mampu menyerap HGBT. SKK Migas pun tengah melakukan pendalaman, apakah penyebabnya karena kendala operasional, atau mendapat sumber energi alternatif lain. 

"Faktor yang juga berpengaruh kepada realisasi serapan volume. Tadi memang sudah cukup baik di atas 90 persen, sekitar 95-96 persen kalau saya lihat," ujar Kurnia. 

Kurnia juga menyoroti kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.121/2020 yang mengatur penerimaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak boleh berkurang dalam penyaluran HGBT. 

Ketidakmampuan dalam menyerap HGBT hingga 100 persen, kata Kurnia, secara otomatis juga mengurangi penerimaan negara.

“Saat ini sedang kami coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar potensi penurunan penerimaan negara. Namun ini masih angka-angka sementara,” katanya.
 

Perlu dilakukan evaluasi penyaluran HGBT

Sementara itu, Koordinator Program Minyak dan Gas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Rizal Fajar Muttaqien, mengatakan perlu ada evaluasi lebih lanjut ihwal industri penerima kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada Kementerian Perindustrian. 

Hal itu bisa menilik realisasi pemanfaatan dari alokasi selama tiga tahun ke belakang, dan dampak apa yang diberikan.

“Tentunya ada evaluasi dari teman-teman Kemenperin untuk bisa melanjutkan atau mengurangi pasokan atau menghentikan kebijakan HGBT,” kata Rizal. 

Dia menambahkan bahwa kementeriannya masih menunggu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program HGBT tersebut kepada sejumlah industri penerima saat ini. 

“Ketika HGBT nanti diputuskan untuk diteruskan setelah 2024, tentunya memperhatikan ketersediaan bagian negara yang digunakan untuk penyesuaian harga gas,” ujarnya. 

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, telah mengirimkan surat kepada Menteri ESDM, Arifin Tasrif, untuk meminta dukungan keberlanjutan HGBT setelah periode 2024. 

Dalam surat bernomor B/25/M-IND/IND/I/2024 itu, Agus menilai kebijakan tersebut telah mendukung dan membuat industri dalam memenuhi kebutuhan harga gas yang kompetitif, dan dinilai menjadi daya tarik investasi asing maupun domestik.


 

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024