Jakarta, FORTUNE - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengeluarkan berbagai inisiatif untuk menekan emisi karbon. Menurut Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, lembaganya tengah melakukan pembandingan serta kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain agar potensi strategi demi mencapai target-target pengelolaan lingkungan terpetakan.
“Hasil benchmarking akan digunakan untuk menyusun roadmap, sehingga dapat diketahui prioritas utama strategi untuk penurunan emisi karbon dalam rangka peningkatan produksi migas,” ujarnya seperti dikutip dalam keterangan resmi, Kamis (9/12).
Peta jalan itu ditargetkan bisa rampung dalam kurun empat bulan ke depan sehingga berbagai perencanaan bisa diimplementasikan.
Berdasarkan data SKK Migas, salah satu inisiatif menekan emisi karbon adalah penghijauan. Tahun ini program tersebut telah disepakati bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam Work Program and Budget (WP&B). Cakupannya 6,9 juta pohon pada lahan seluas 14,1 ribu hektare.
Penghijauan adalah andalan berbagai perusahaan untuk menekan emisi karbon. Seperti tertuang dalam regulasi, penghijauan menjadi kewajiban saat perusahaan memanfaatkan lahan untuk berbagai kegiatan produksi dan pengolahan sumber daya alam. Cakupan penghijauan dimaksud diproyeksikan dapat menyerap karbon dioksida 87,1 ribu ton per tahun. SKK Migas pun telah memasukkan program penghijauan dalam Key Performance Indicator (KPI).
Insiatif SKK Migas dalam menekan emisi karbon
Sejumlah inisiatif untuk menekan emisi karbon antara lain komitmen Perjanjian Paris, zero flaring yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM 17/2021, penilaian proper berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1 tahun 2021, pengelolaan energi berdasarkan Permen ESDM No 14/2012, dan Pedoman Tata Kerja (PTK) 005 SKK Migas berdasarkan Permen ESDM tentang Carbon Capture and Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS).
Inisiatif terkait pengelolaan energi di antaranya menurunkan intensitas energi, fuel switching, design & engineering yang menerapkan konservasi energi, kebijakan perusahaan dalam pemanfaatan energi dan penerapan LCA (Life Cycle Analysis), hingga pemrosesan ulang limbah.
Sementara, upaya mengurangi emisi kebocoran antara lain dengan melakukan pengukuran dan monitoring emisi kebocoran (fugitive emission), inspeksi rutin, dan pengecekan ringan atas fasilitas produksi.
Untuk penghijauan atau penanaman kembali menyangkut penanaman mangrove di area pantai (KKKS offshore & nearshore) hingga rehabiilitasi daerah aliran sungai (DAS), penanaman kembali di area perkantoran, onshore receiving facility (ORF), shorebase.
Tantangan pengendalian emisi gas rumah kaca
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan saat ini dunia tertantang untuk mengendalikan pertumbuhan emisi gas rumah kaca (GRK). Targetnya adalah pada 2030 sekitar 45 persen emisi GRK bisa terpangkas, dan setelah itu turun menjadi nol emisi karbon pada 2060.
Menurutnya, gas metana merupakan salah satu emisi tertinggi dalam industri migas. “Metana punya global warming potential sebesar 20x dari CO2. Jadi, mengurangi gas metana dari sudut pandang pengendalian emisi GRK sebenarnya lebih cost effective,” ujarnya.
Dalam hematnya, CCUS dikombinasikan dengan EOR bisa dipakai untuk meningkatkan produksi migas. Hanya saja, investasi CCUS itu setara dengan US$100-120 per ton setara karbon dioksida. “Jadi kalau mau diberikan insentif bisa saja,” katanya.