Jakarta, FORTUNE - Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia mengungkapkan bahwa permintaan hunian rumah tapak di Jabodetabek tetap stabil. Padahal, pada masa pandemi Covid-19 perekonomian dan daya beli masyarakat menurun.
"Sektor rumah tapak menjadi salah satu yang bertahan di tengah pandemi. Saat ini di triwulan kedua penjualan sektor rumah tapak masih melanjutkan tren dari pertengahan 2020," kata Kepala Peneliti JLL Indonesia, Yunus Karim, saat acara Second Quarter 2022 Jakarta Property Market Update JLL Indonesia, Rabu (27/7).
Yunus mengatakan, secara kumulatif tercatat pada 2020 terdapat rata-rata penjualan rumah tapak mencapai 72 persen dari ketersediaan rumah kurang lebih 35.000 unit
Sementara pada 2021 terdapat rata-rata penjualan rumah tapak hingga 89 persen dari ketersediaan rumah sekitar 40.000 unit.
Pada semester I-2022, tercatat rata-rata penjualan rumah tapak mencapai 90 persen dari ketersediaan rumah sebanyak kurang lebih 40.000 unit.
Adanya insentif jadi salah satu faktor
Ia menyampaikan, seiring dengan pembangunan rumah tapak baru, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis aturan terkait insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) Rumah.
Aturan tersebut tertuang dalam PMK Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 yang ditetapkan pada 2 Februari 2022.
Menurut dia, insentif yang berlaku sejak awal tahun hingga September 2022 tersebut menjadi salah satu faktor pertimbangan masyarakat dalam membeli rumah tapak.
"Bahkan selama satu semester tahun ini terdapat peluncuran 5.700 unit baru oleh pengembang. Adapun pembelinya didominasi oleh end user lantaran harga yang relatif terjangkau," ujarnya.
Lebih lanjut, Yunus menyampaikan program pemerintah selain insentif PPN seperti relaksasi Loan To Value (LTV) atau Down Payment (DP) sejalan dengan promosi dan penawaran pembayaran fleksibel yang ditawarkan oleh pengembang.
Hal tersebut, kata dia, juga ditunjang oleh pembangunan sarana infrastruktur baru sehingga semakin menarik minat masyarakat.
Ia menambahkan, wilayah Tangerang dan Bogor menjadi yang diminati pembeli. Hal itu dipengaruhi oleh upaya pemerintah membangun aksesibilitas yang lebih mudah, antara lain pembangunan jalan tol dan LRT Jabodebek.
"Keterjangkauan menjadi faktor kunci penjualan rumah tapak ini. Sejumlah pengembang juga memiliki rencana untuk meluncurkan kota mandiri baru di Jabodetabek," katanya.
Tantangan di sektor properti lain
Tantangan yang dihadapi rumah tapak tak sebesar sektor properti lainnya. Menurut Yunus, masalah yang dihadapi sektor perkantoran adalah banyaknya pasokan ruang kantor.
Setiap tahun pengembang properti membangun gedung perkantoran baru. Namun, akibat adanya pandemi, perkantoran menerapkan kebijakan bekerja dari rumah. Dengan begitu, pasokan berlebih yang sebelumnya telah terjadi semakin mengganggu keseimbangan supply and demand.
"Saat ini memang sudah mulai ada aktivitas kembali di kawasan perkantoran. Namun, jumlahnya masih terbatas. Jadi, masih butuh waktu untuk meningkatkan okupansi," kata Yunus.
Sementara itu di sektor ritel, tantangan yang dihadapi ada jumlah pengunjung yang akan berkurang bila ada pembataasan aktivitas sosial dari pemerintah. "Untuk ritel di Jakarta, dari sisi suplai dan tingkat hunian cukup baik. Hanya saja, kita harus menunggu apakah kondisi pandemi akan kembali memburuk dan berdampak pada pembatasan kegiatan masyarakat," ujarnya.