Perusahaan Pembiayaan Syariah (PP Syariah) adalah lembaga yang menyediakan pembiayaan kepada masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip akad syariah. Dalam struktur organisasi, terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas memastikan pelaksanaan prinsip syariah berjalan dengan baik. POJK Nomor 31/POJK.05/2014 mengatur berbagai kegiatan usaha PP Syariah, yaitu:
1. Pembiayaan Jual Beli, yakni penyediaan barang melalui transaksi jual beli yang sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh pihak-pihak terkait.
2. Pembiayaan Investasi, yakni penyediaan modal untuk usaha produktif dalam jangka waktu tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai perjanjian syariah yang telah disetujui.
3. Pembiayaan Jasa, yakni pemberian jasa, baik berupa manfaat atas barang, pinjaman (dana talangan), maupun pelayanan, dengan atau tanpa imbalan (ujrah) sesuai dengan perjanjian syariah yang berlaku.
4. Kegiatan usaha lain sesuai dengan persetujuan OJK.
Berbeda dari pembiayaan konvensional, setiap kegiatan usaha dalam pembiayaan syariah harus merujuk pada akad yang telah mendapatkan fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) atau Pernyataan Kesesuaian Syariah dari DSN MUI.
Setiap aktivitas harus berlandaskan pada akad syariah, baik secara tunggal maupun gabungan. Seperti industri jasa keuangan lainnya, PP Syariah wajib melaporkan kegiatan usahanya dan mendapatkan izin dari OJK.
Model bisnis PP Syariah mirip dengan model bisnis lainnya, tetapi semua kerja sama yang dilakukan harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Kesepakatan dan transparansi menjadi faktor kunci dalam model bisnis ini.
Modal awal PP Syariah berasal dari pemegang saham. Dalam pengembangan bisnis dan peningkatan aset, PP Syariah memanfaatkan dana dari bank syariah. Dalam hal ini, pihak penjual seperti dealer atau supplier berperan dalam menyediakan barang atau jasa yang akan dibiayai, sedangkan industri jasa keuangan lain, seperti asuransi syariah, juga mendukung PP Syariah sebagai pihak penjaminan.
Secara umum, prinsip-prinsip dalam kegiatan usaha pembiayaan syariah meliputi keadilan (‘adl), keseimbangan (tawazun), kemashlahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta menghindari unsur gharar, maisir, riba, zhulm, risywah, dan objek haram lainnya.
Berbagai jenis akad dalam pembiayaan syariah
Berbagai jenis akad digunakan dalam pembiayaan syariah sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan. Beberapa akad yang umum dikenal dalam pembiayaan syariah antara lain:
1. Murabahah
Akad jual beli barang di mana harga beli (harga perolehan) diinformasikan kepada pembeli, dan pembeli membayar dengan harga lebih (margin) sebagai keuntungan sesuai kesepakatan.
2. Mudharabah
Akad kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal, sementara pihak kedua (mudharib) bertindak sebagai pengelola. Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan.
3. Ijarah
Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa mengalihkan kepemilikan barang tersebut.