Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto menuturkan sebagian besar kreditur mengharapkan ada opsi Going Concern. Opsi ini untuk memastikan kelangsungan operasional produksi dan masa depan ribuan karyawan Sritex.
Hal ini seiring telah diajukannya permohonan peninjauan kembali (PK) atas keputusan penolakan permohonan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) pada Rabu (18/12).
Menanggapi itu, Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya untuk mendukung kelangsungan bisnis PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pemerintah berupaya memastikan agar going concern Sritex tetap terjaga.
Tindakan ini dianggap penting untuk menjaga agar kegiatan produksi tetap berlangsung. Agus juga menjelaskan bahwa Sritex harus melanjutkan produksi dan memenuhi kontrak dengan calon pembeli. Menurutnya, langkah ini diperlukan untuk mencegah potensi kehilangan pasar ekspor.
Apa itu going concern?
Dalam buku Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan karya M Hadi Shubhan, asas kelangsungan usaha atau going concern adalah prinsip yang menjelaskan bahwa kurator memiliki wewenang untuk melanjutkan usaha debitur (on going concern) dengan persetujuan dari panitia kreditur, jika langkah tersebut dianggap menguntungkan bagi harta pailit.
Dalam konteks pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia, konsep going concern biasanya diterapkan pada perusahaan yang dianggap masih memiliki potensi untuk meraih keuntungan dari produk atau jasa yang ditawarkan.
Meskipun Pengadilan Niaga telah menyatakan bahwa perusahaan tersebut pailit, jika masih dianggap memiliki prospek, entitas tersebut diberikan kesempatan untuk melanjutkan operasionalnya.
Asas going concern diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kepailitan, dengan implementasi asas kelangsungan usaha sebagai berikut:
- Pasal 104: Kurator dapat melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit dengan persetujuan panitia kreditur sementara, meskipun ada upaya kasasi. Jika tidak ada panitia kreditur, maka kurator perlu izin dari Hakim Pengawas.
- Pasal 179 ayat (1): Jika tidak ada rencana perdamaian yang ditawarkan atau jika rencana yang ada ditolak dalam rapat pencocokan piutang, kurator atau kreditur dapat mengusulkan untuk melanjutkan usaha debitur.
- Pasal 181 ayat (1): Dalam waktu 8 hari setelah penolakan pengesahan perdamaian, kurator atau kreditur dapat mengajukan usul kepada Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha debitur. Hakim Pengawas harus mengadakan rapat dalam waktu 14 hari setelah usul diajukan.
Tujuan going concern pada debitur pailit adalah untuk meningkatkan nilai harta pailit, sehingga pembayaran kepada kreditur dapat dilakukan secara optimal.
Syarat melanjutkan usaha debitur yang pailit
Berdasarkan ketentuan tersebut, kurator atau kreditur dapat mengusulkan untuk melanjutkan usaha debitur pailit dengan syarat:
- Persetujuan panitia kreditur sementara atau izin dari Hakim Pengawas jika panitia tidak ada.
- Tidak ada rencana perdamaian yang ditawarkan atau rencana yang ada ditolak.
- Usul diajukan dalam waktu 8 hari setelah penolakan pengesahan perdamaian.
Usulan untuk melanjutkan usaha harus disetujui oleh kreditur yang mewakili lebih dari setengah dari total piutang yang diakui dan tidak dijamin dengan hak jaminan kebendaan.
Di sisi lain, dalam praktiknya, Hakim Pengawas sering kali perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk menerapkan going concern pada debitor pailit.
Dalam situasi ini, Hakim Pengawas harus berhati-hati sebelum mengambil keputusan karena tidak semua kreditur setuju dengan penerapan going concern. Beberapa kreditur ingin agar piutangnya segera dibayar oleh debitur pailit. Oleh karena itu, Hakim Pengawas tidak dapat langsung mengambil keputusan dan harus mempertimbangkan masukan dari kreditur dan kurator.
Going concern adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan sebuah bisnis yang pailit. Tentunya dengan aturan dan syarat yang berlaku dalam undang-undang.