Jakarta, FORTUNE - AirAsia Ride, layanan taksi online yang baru diluncurkan maskapai penerbangan AirAsia, baru saja mengaspal di Kuala Lumpur dan Lembah Klang, Malaysia. Ke depan, lini bisnis baru AirAsia ini akan dikembangkan ke kota-kota lain termasuk di negara tetangga seperti Indonesia.
Namun, persaingan untuk merebut pasar ride hailing di Indonesia bukan perkara mudah. Pasalnya, sejumlah aplikator transportasi online sudah menguasai pangsa pasar yang cukup besar dengan jutaan mitra di berbagai daerah. Lantas siapa saja pesaing berat AirAsia Ride di bisnis ini jika mereka masuk ke Indonesia? Berikut daftarnya:
Grab
Menjejakkan kaki di pasar Indonesia pada Juni 2014, Grab menjadi perusahaan teknologi transportasi yang mendominasi pangsa pasar berbagi tumpangan di Indonesia.
Riset yang dilakukan ABI Research yang berpusat di London, Inggris, pada pertengahan 2019 menyebutkan, Grab menguasai 64 persen pangsa pasar sedangkan Gojek, pesaing terdekatnya, memiliki 35,3 persen lainnya.
ABI Research menyebut dominasi pasar ini merupakan buah keberhasilan Grab menjadi aplikasi super yang dapat menangkap volume permintaan masyarakat yang begitu besar selain transportasi, yaitu menyediakan layanan pengiriman barang dan makanan, serta layanan keuangan melalui layanan GrabExpress, GrabFood, GrabFresh, dan GrabFinancial.
Saat riset tersebut dirilis, Grab telah memiliki lima juta mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun belum ada angka pasti berapa tepatnya jumlah mitra layanan Grab Car/Grab Taxi di Indonesia.
Gojek
Perusahaan berbagi tumpangan asal Indonesia ini diketahui memiliki lebih dari 2 juta mitra di seluruh Asia Tenggara. Pada Maret 2019, berdasarkan keterangan Prijono Sugiarto, Direktur Utama Astra yang juga salah satu investor Gojek, total mitra pengemudi perusahaan mencapai 1,8 juta orang. Dari jumlah itu 600 ribu di antaranya adalah pengemudi GoCar dan 1,2 juta orang merupakan pengemudi Goride
Angka tersebut tentu menunjukkan salah satu keberhasilan Gojek merebut pasar berbagi tumpangan di Indonesia. Sebagai catatan, ketika layanan Gojek diluncurkan pada 2010, perusahaan hanya memiliki 20 mitra.
Anterin
Berdasarkan situs resmi perusahaan, aplikasi yang diluncurkan pada 2017 ini telah memiliki 503.141 mitra pengemudi. Berbeda dengan Gojek dan Grab yang memilihkan konsumen secara acak kepada mitranya, layanan Anterin memberikan pengemudi kebebasan untuk memilih sendiri pelanggannya. Bahkan mitra bisa menjadi langganan pengguna.
Anterin tidak mengenakan skema berbagi keuntungan komisi (commision-based) karena mitra dikenakan biaya berlangganan per minggu atau per bulan untuk bisa terdaftar di aplikasinya.
Pada awal 2020, emiten penerbangan dan infrastruktur milik taipan Hary Tanoesoedibjo dari Grup MNC, PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) mengakuisisi mayoritas saham Anterin dan bertekad mengembangkan layanan perusahaan ini hingga ke 500 kota di Indonesia.
Maxim
Perusahaan teknologi transportasi asal Chardinsk, Rusia, ini membuka cabang pertama kali di Indonesia pada 2018. Hingga kini, perusahaan telah melebarkan sayap bukan hanya menjadi perusahaan transportasi online yang fokus ke taksi, melainkan juga jenis layanan angkutan lain seperti ojek atau mobil pada umumnya.
Berdasarkan situs resmi perusahaan, Maxim telah mengembangkan layanannya ke lebih dari 70 kota di Indonesia. Development Manager Maxim Indonesia, Imam Mutamad, optimistis perusahaannya dapat terus berkembang. Pasalnya, menurut dia, masih ada 50 juta orang yang belum terlayani layanan berbagi tumpangan di Indonesia