Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina (Persero) berkomitmen meningkatkan belanja modal hingga sembilan kali lipat untuk memperbesar bauran Energi Baru Terbarukan dan mendorong target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Direktur Manajemen Risiko Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE), Iin Febrian, mengatakan bahwa modal tersebut dibutuhkan untuk menghadapi kebutuhan energi yang diprediksi akan meningkat pada masa pemerintahan Prabowo Subianto.
“Kami telah berkomitmen untuk itu dengan mengalokasikan [belanja modal] yang sangat signifikan secara eksponensial, meningkat hingga sembilan kali lipat dari kondisi 2024. Tentu, inisiatif ini diharapkan dapat mendorong pengembangan green energy dan meningkatkan bauran energi di Indonesia secara keseluruhan,” ujarnya dalam Rakornas Relawan Pengusaha Nasional (Repnas), Senin (14/10).
Meski demikian, menurut Iin, aspirasi pemerintahan baru untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen juga menghadapi sejumlah tantangan.
Pertama, ketersediaan energi baru terbarukan, terutama dari sisi pasokan bahan baku. Untuk bioetanol, misalnya, ketersediaan feedstock dalam negeri harus mencukupi agar program tersebut bisa berjalan tanpa menyebabkan kelangkaan bahan baku.
Karena itu, dibutuhkan kerja sama antar-pemangku kepentingan (stakeholder) untuk memastikan program bioetanol ke depannya dapat diperluas menjadi lebih besar.
“Dari sisi demand, sebenarnya sudah bisa diciptakan untuk mensubstitusi bahan bakar yang ada saat ini. Namun, tentu kita harus memastikan bahwa demand yang nanti kita ciptakan itu didukung oleh ketersediaan feedstock. Ini juga menjadi tantangan karena jika kita lihat dari sisi pemerintah, perhatian tidak hanya tertuju pada ketahanan energi tetapi juga ketahanan pangan. Jangan sampai ketika tebu diolah menjadi bioetanol untuk mendorong transisi energi, harga gula justru meningkat dan menyebabkan inflasi,” katanya.
Tantangan kedua adalah keterjangkauan harga energi baru terbarukan. Ini diperlukan agar pasokan energi baru terbarukan nantinya mudah diakses oleh konsumen, dengan tetap menjaga harga keekonomian bahan bakar tersebut.
“Tentu kalau bicara investasi, apalagi untuk EBT, bottom line-nya dari sisi komersialisasi. Karena komersialisasi dapat memastikan investasi yang ditanamkan kembali sesuai harapan investor. Itu adalah hal yang sangat mendasar dan tentu harus diperjuangkan,” ujarnya.