Jakarta, FORTUNE - PT PLN (Persero) membutuhkan investasi US$30 miliar atau sekitar Rp485,4 triliun (kurs Rp16.182 per US$) untuk membangun jaringan transmisi dan distribusi yang direncanakan pemerintah dalam rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033.
Vice President of Financial Institutions and Market Research PLN, Maya Rani Puspita, mengatakan besarnya kebutuhan investasi tersebut disebabkan sumber-sumber EBT yang sanggup menjadi beban dasar (base loader) sering kali berada di wilayah terpencil.
"Sebagaimana kita tahu, EBT—terutama base loader seperti PLTP, PLTA—sering kali lokasinya jauh dari demand center. Untuk itu, untuk evakuasi PLN perlu membangun transmisi dan distribusi. Ini kita sebut dengan green enabling transmission line," ujarnya dalam seminar bertajuk Indonesia's Energy Transition: Integrating Smart Grid Technology, Selasa (16/7).
Maya juga mengatakan besarnya porsi investasi jaringan transmisi dalam rencana perusahaan sepuluh tahun ke depan itu membuat manajemen putar otak untuk mencari alternatif pendanaan.
Pasalnya, selama ini investasi transmisi dan distribusi juga dilakukan PLN di luar investasi pembangunan pembangkit baru.
"Dengan semakin banyaknya capital expenditure yang dilakukan PLN, kita juga mengeksplor opsi pendanaan lainnya," katanya.
Sejauh ini, opsi investasi jaringan transmisi yang memungkinkan untuk digunakan adalah kerja sama pemerintah dengan badan usaha (public private partnership/PPP) atau badan layanan usaha (BLU).
"Ini yang saat ini sedang dilakukan berbagai kajian dibantu juga JETP maupun untuk bisa melihat apakah itu sesuatu yang workable untuk bisa diterapkan ke PLN sehingga PLN tidak hanya menggundang swasta untuk pembangkit, namun bisa juga nanti masuk ke transmisi dan distribusi," ujarnya.
Secara keseluruhan, dana investasi yang dibutuhkan PLN untuk menjalankan penyediaan tenaga listrik dalam rancangan RUPTL 2024-2033 mencapai US$110 miliar.
Investasi pembangkit mengambil porsi lebih besar, yaitu US$80 miliar. PLN memperkirakan akan mengambil porsi sekitar 38 persen atau US$30 miliar.
"Sedangkan sisanya 62 persen, kami akan mengajak partnership dengan IPP sebesar US$50 miliar. Jadi, ini juga salah satu peluang kerja sama PLN dengan stakeholders bagaimana kita bisa mencapai transisi energi ini dengan cost yang paling optimum," katanya.
Dari US$80 miliar pendanaan untuk pembangkit baru, sebagian besarnya akan digunakan untuk pembangkit base load.
"Sekitar US$48 miliar akan digunakan untuk baseload EBT, dan kemudian kita juga akan menambah variabel EBT sekitar US$11 miliar, dan kemudian other EBT sekitar US$2 miliar," ujarnya .