Jakarta, FORTUNE - PT PLN (Persero) mengantongi US$380 juta atau Rp5,4 triliun (Kurs Rp14.328 per US$) dari total rencana pendanaan US$610 juta untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan berkapasitas 1.040 Megawatt (MW).
Komitmen pendanaan pembangkit listrik di perbatasan Kabupaten Bandung dan Cianjur, Jawa Barat, itu ditandai dengan penandatanganan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) antara PLN dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui skema perjanjian penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (SLA) Senin, (14/3).
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Hadiyanto mengatakan, skema penerusan pinjaman ini merupakan yang pertama bagi PLN dalam enam tahun belakangan. Terakhir kali PLN menandatangani SLA pada 2016.
Menurut Hadiyanto, kreditur fasilitas pinjaman tersebut adalah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group dengan total pendanaan US$380 juta.
Selain itu, proyek PLTA Upper Cisokan juga direncanakan akan didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dengan total pendanaan US$230 juta dalam bentuk co-financing oleh World Bank dengan skema serupa.
“Kami sangat mendukung pembiayaan ini karena tujuannya untuk membiayai pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan PLTA Upper Cisokan yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) dari tenaga air, lebih sustainable, terjangkau, dan tentunya mencukupi pasokan listrik masyarakat,” ujar Hadiyanto di auditorium PLN Kantor Pusat, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (15/3).
Bunga kompetitif
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN, Nawal Nely, mengatakan dalam pendanaan ini PLN mendapatkan tingkat suku bunga kompetitif dengan tenor cukup panjang, yaitu 24,5 tahun.
Menurutnya, PLTA ini akan mengurangi ketergantungan dan sensitivitas APBN terhadap gejolak harga komoditas utama, terutama minyak dan gas. Sehingga, koefisien korelasi biaya dengan pergerakan harga minyak dan gas dapat dikurangi.
"Ketiga, ini satu-satunya proyek yang sesuai antara durasi pinjaman dan life expectacy project, sehingga risiko re-financing, selain adanya bunga yang manageable, juga dapat ditangani," tutur Nely.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan PLTA berkapasitas lebih dari 1.000 MW tersebut ditargetkan beroperasi pada 2025 dan memasok kebutuhan listrik di sistem Jawa-Bali.
"Proyek yang menggunakan teknologi pumped storage ini akan menghasilkan energi efisien, rendah karbon, serta dapat menjadi enabler utama dalam rangka proses transisi energi dan masuknya pembangkit EBT intermittent dalam portofolio besar di sistem Jawa-Bali," terang Darmawan.