Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasojo, mengakui perusahaannya mengalami kelebihan pasokan listrik (oversupply) dan harus menanggung beban pembayaran biaya kontrak penyedia listrik.
Namun, ia mengatakan sejak tahun lalu perseroan tersebut telah berusaha untuk mengurangi beban biaya oversupply tersebut.
Caranya, menunda operasional komersial atau Commercial Operation Date (COD) beberapa proyek pembangkit baru dan melakukan negosiasi ulang kontrak dan tender untuk dibatalkan.
Menurut Darmawan, cara tersebut berhasil mengurangi beban Take or Pay lebih dari Rp40 triliun.
"Kami melakukan negosiasi ulang pihak-pihak terkait sehingga berhasil mengurangi beban take or pay," ujarnya.
Sebelumnya, Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, memaparkan bahwa kelebihan pasokan listrik PLN mencapai 40 persen atau sekitar 6 GW. Karena itu, perusahaan pemasok setrum itu melakukan berbagai upaya untuk mengurangi tingkat oversupply, termasuk melalui renegosiasi kontrak pembangkit.
Menurutnya, kerugian PLN ketika oversupply terjadi karena perusahaan terikat kontrak Take or Pay untuk listrik yang dihasilkan dari pembangkit.
Dorong industri beli listrik PLN
Selain memundurkan COD pembangkit dan negosiasi ulang tender, kementerian ESDM juga mendorong PLN menggaet industri yang memiliki pembangkit sendiri membeli listrik dari mereka.
Program ini dirancang untuk mengatasi kelebihan pasokan setrum yang merugikan PLN akibat sistem take or pay dengan independent power producer (IPP).
"Yang ingin didorong adalah bagaimana kita mendorong industri, digeser, yang punya pembangkit sendiri, dan ini banyak—yang kelasnya 3 MW, yang kelasnya 10 MW—digeser untuk membeli listrik PLN," ujarnya.
Pasalnya, secara keekonomian harga jual listrik PLN bisa lebih murah dibandingkan ongkos mengoperasikan pembangkit sendiri. Ini lantaran bahan bakar pembangkit yang mereka beli, mayoritas menggunakan batu bara, jauh di atas harga yang dibeli PLN.
"Kalau industri pasti beli batu baranya di atas US$70 (per ton) kalau yang pakai 6.200. Sekarang PLN beli di angka tersebut," katanya.