Harga Minyak Membubung, Saudi Aramco Raup Laba US$110 Miliar

Tahun lalu, kinerja harga minyak memang kinclong.

Harga Minyak Membubung, Saudi Aramco Raup Laba US$110 Miliar
Ilustrasi pabrik penyulingan minyak dan gas atau industri petrokimia. Shutterstock/manine99
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Saudi Aramco mengumumkan labanya tahun lalu mencapai US$110 miliar atau setara Rp1.573 triliun, jauh dari capaian sebelumnya yang US$49 miliar.

Menurut Presiden dan Chief Executive Officer (CEO) Aramco, Amin H. Nasser, hasil tersebut merupakan cermin disiplin keuangan, fleksibiltas kondisi pasar yang berkembang, serta strategi berfokus pada strategi pertumbuhan jangka panjang.

“Rencana investasi kami bertujuan untuk memanfaatkan permintaan jangka panjang yang meningkat akan energi yang andal, terjangkau, dan semakin aman serta berkelanjutan,” kata Amin dalam rilis kepada media, seperti dikutip pada Selasa (22/3).

Tahun lalu kinerja harga minyak memang kinclong. Data Trading Economics pada Desember 2021 menunjukkan harga minyak versi West Texas Intermediate mencapai US$75,21 per barel atau naik 55,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sedangkan, harga minyak versi Brent pada periode sama tumbuh 50,2 persen menjadi US$77,78 per barel.

Menurut Amin, perseroan memiliki sejumlah strategi dalam menjaga pertumbuhan ke depan. Di hulu, misalnya, Saudi Aramco akan meningkatkan produksi minyak mentah Maximum Sustainable Capacity (MSC) menjadi 13 juta barel per hari (mmbpd) pada 2027.

Perusahaan pun menargetkan investasi dalam energi terbarukan dan solusi berbasis lingkungan. Sebab, Saudi Aramco berambisi untuk mencapai emisi gas rumah kaca Lingkup 1 dan Lingkup 2 nol bersih di seluruh aset yang dioperasikan sepenuhnya pada 2050.

Dampak krisis Rusia Ukraina

Shutterstock/Red ivory

Dikutip dari Fortune.com, krisis Rusia Ukraina sejak Februari kembali menyebabkan pasar energi dalam posisi fluktuasi harga yang tinggi.

Sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), melarang impor minyak dari Rusia. Beberapa anggota parlemen di Eropa juga mendorong praktik tersebut.

Padahal, Rusia adalah produsen minyak terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Arab Saudi. Negara tersebut juga pengekspor minyak mentah terbesar sebelum negara-negara Barat memberinya sanksi.

Para pemimpin Barat telah mendorong keluarga kerajaan Saudi untuk meningkatkan produksi minyaknya. Namun, pemerintah Arab Saudi sejauh ini tidak mau mengubah perkiraan target produksi 2022—bahkan usai mendapatkan panggilan telepon dari Presiden AS Joe Biden.

Saudi Aramco akan meningkatkan produksi lima tahun ke depan. Dengan begitu, efek nyatanya terhadap pasar minyak global saat ini belum akan ada.

Menurut Trading Economics, saat ini harga minyak versi WTI mencapai US$112,58 per barel, sedangkan versi Brent mencapai US$118,32 per barel.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya
Cara Menghitung Dana Pensiun Karyawan Swasta, Ini Simulasinya
Konsekuensi Denda Jika Telat Bayar Cicilan KPR, Bisa Disita
Investor Asing Hengkang dari Pasar Obligasi Asia pada Desember 2024
Cara Mengurus Sertifikat Tanah Hilang, Biaya, dan Prosedurnya