Jakarta, FORTUNE – IKEA memutuskan untuk menaikkan harga rata-rata produknya hingga 9 persen. Pengumuman itu muncul di tengah masalah kelangkaan barang menyusul pandemi COVID-19 dan tantangan di sektor pengiriman yang berujung kenaikan inflasi atau lonjakan harga.
"Seperti banyak industri lainnya, IKEA terus menghadapi kendala transportasi dan bahan baku yang signifikan meningkatkan biaya. IKEA juga tak memiliki antisipasi pemutusan hubungan kerja di masa mendatang," demikian pernyataan Ingka Group, perusahaan induk yang memiliki 90 persen saham toko IKEA, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (4/1).
Menurut IKEA, biaya yang lebih tinggi ini—sebagian besar terjadi di Amerika Utara dan Eropa—sekarang harus dibebankan kepada pelanggan. "Rata-rata kenaikan harga Ingka Group adalah sekitar 9 persen secara global, dengan variasi di seluruh negara dan kisaran perusahaan, yang mencerminkan tekanan inflasi lokal, termasuk masalah komoditas dan rantai pasokan," ujarnya.
Padahal, IKEA identik dengan produk terjangkau. Namun, karena masalah itu, perusahaan tak sanggup lagi menanggung biayanya. "Sayangnya, sekarang, untuk pertama kalinya sejak biaya yang lebih tinggi mulai mempengaruhi ekonomi global, kami harus menyerahkan sebagian dari peningkatan biaya tersebut kepada pelanggan," kata Tolga Öncü, manajer operasi ritel di IKEA Retail, seperti dikutip CNN.
Demi daya saing perusahaan
Tolga Öncü menambahkan langkah penyesuaian harga ini juga demi memastikan daya saing serta ketahanan perusahaan. Dia memastikan bahwa “keterjangkauan” senantiasa menjadi prioritas perusahaan.
Selama wabah merebak, permintaan produk untuk rumah seperti mebel dan juga barang-barang meningkat. Dalam kondisi permintaan seperti itu, perusahaan tidak selalu dapat memenuhi semua kebutuhan pelanggannya.
Perusahaan mengatakan sedang mencoba untuk mengurangi dampak berkelanjutan dari masalah rantai pasok—seperti keterlambatan pengiriman—dengan menggunakan charting kapal dan pemuat tambahan. "Tujuan kami adalah mengembalikan kepada pelanggan setiap penurunan harga pembelian yang kami dapatkan," ujarnya.
IKA pada akhir November melaporkan penjualan yang naik 8 persen secara tahunan. Namun, pada saat sama, laba perseroan turun 17 persen beban transportasi dan harga bahan baku naik tajam. Perusahaan ini telah menanggung beban US$283 juta atau sekitar Rp4,03 triliun (asumsi kurs Rp14.250) akibat problem logistik.