Jakarta, FORTUNE - PT Adaro Energy Tbk berhasil mencetak kinerja yang mengagumkan pada sembilan bulan pertama tahun ini. Perusahaan pertambangan batu bara itu sanggup menangguk laba mencapai US$420,90 juta atau setara Rp5,99 triliun (asumsi kurs Rp14.250).
Laba Adaro tersebut dibandingkan periode sama 2020 (year-on-year/yoy) meningkat 284,8 persen dari sebelumnya hanya US$109,38 juta. Dalam arti lain, laba perseroan ini melonjak hampir empat kali lipat.
“Adaro Energy (AE) mencatat peningkatan profitabilitas berkat kondisi pasar batu bara yang lebih baik. AE juga mempertahankan operasi yang kuat dan efisien serta berfokus pada keunggulan operasional,” kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy, Garibaldi Thohir, yang menempati peringkat pertama Businessperson of The Year 2021 versi Fortune Indonesia, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (1/12).
Melihat ke belakang, laba emiten berkode ADRO itu juga sudah melebihi capaian era sebelum pandemi COVID-19. Pada periode sama 2019, perseroan menangguk laba sebesar US$405,99 juta.
Khusus untuk laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) operasional, perusahaan meraih US$1,15 miliar atau naik 70 persen secara tahunan, kata Garibaldi. Menurutnya, dengan mempertimbangkan fundamental pasar batu bara terakhir, ADRO merevisi EBITDA menjadi US$1,75 miliar-US$1,90 miliar untuk 2021 keseluruhan.
Pendapatan naik meski kinerja operasional turun
Garibaldi—yang juga akrab disapa Boy—mengatakan pada periode sama perusahaan memproduksi komoditas emas hitam mencapai hampir 40 juta ton, atau turun 4 persen secara tahunan. Penjualan batu bara juga turun 5 persen menjadi 38,86 juta ton. Sedangkan, aktivitas pengupasan lapisan penutup mencapai 173,03 Mbcm, atau naik 8 persen tahunan. Nisbah kupas pada periode sama mencapai 4,36x.
Meski operasionalnya menurun, perusahaan beroleh kenaikan harga jual batu bara rata-rata sebesar 42 persen secara yoy. Itu diperkirakan menyebabkan pendapatan usaha Adaro masih melejit 31,4 persen menjadi US$2,57 miliar atau setara Rp36,61 triliun.
“Fokus kami pada keunggulan operasional dan efisiensi di sepanjang rantai pasokan batu bara yang terintegrasi vertikal memungkinkan pencapaian kinerja yang solid. Walaupun dihadapkan dengan kondisi cuaca yang kurang baik, kami berhasil menyediakan pasokan yang andal bagi para pelanggan, suatu hal yang membuktikan kekuatan model bisnis yang diterapkan perusahaan,” katanya.
Secara mendetail, pendapatan utama dari pertambangan dan perdagangan batu bara naik 35,3 persen menjadi US$2,47 miliar. Setelahnya, pendapatan jasa pertambangan dan logistik naik masing-masing 13,4 persen dan 7,2 persen.
Pada aspek lain, posisi kas dan setara kas perusahaan pada akhir periode juga melaju 27,4 persen menjadi US$1,51 miliar atau setara Rp21,53 trliun. Aset Adaro juga tumbuh 11,5 persen menjadi US$7,12 miliar atau sekitar Rp101,44 triliun.
Tren harga saham
Kinerja Adaro yang gemilang hingga September 2021 tampaknya berdampak terhadap tren lonjakan harga mereka. Pada saat berita ini ditulis, harga saham ADRO tercatat sebesar Rp1.755 per saham, atau meningkat 39,3 persen dalam enam bulan terakhir, dan secara tahunan tumbuh 26,3 persen.
Sebelumnya, pada Senin (27/10), perseroan mengumumkan rencana pembelian kembali (buyback) saham dengan nilai maksimum sebanyak Rp4 triliun. Sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah saham yang dibeli kembali tidak akan melebihi 20 persen dari modal disetor dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5 persen dari modal disetor perusahaan.
Aksi korporasi tersebut telah dimulai sejak penggumuman perusahaan dan akan dilakukan selama tiga bulan sampai dengan 26 Desember mendatang melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).