Jakarta, FORTUNE – Airbnb menyatakan industri pariwisata global mulai mengalami pemulihan yang berarti meski ada ancaman perlambatan ekonomi dan kenaikan inflasi di masa mendatang. Perusahaan penyedia layanan sewa penginapan daring ini bahkan membukukan rekor jumlah pemesanan.
Dikutip dari BBC, Kamis (4/8), Airbnb melaporkan jumlah bookings pada kuartal kedua tahun ini mencapai 103,7 juta, atau naik 25 persen ketimbang periode sama tahun lalu. Sedangkan, jika dibandingkan era sebelum pandemi virus corona atau 2019, pertumbuhannya mencapai 24 persen.
Dari jumlah pemesanan tersebut, menurut keterangan resmi Airbnb, merupakan pemesanan dengan durasi waktu satu pekan atau lebih. Dalam hemat perusahaan, menginap dalam jangka panjang terus menjadi jenis perjalanan yang tumbuh paling cepat. Situasi tersebut terjadi karena ditopang oleh tren bekerja jarak jauh.
Di sisi lain, perjalanan internasional dan di dalam kota, yang sempat tersendat, juga telah mengalami perbaikan. Menurutnya, pertumbuhan permintaan perjalanan paling tinggi di Amerika Utara dengan persentase mencapai 37 persen. Sedangkan, pemulihan perjalanan di Eropa masih tertinggal.
Airbnb menyebut saat ini tengah berada di puncak era liburan musim panas terkuatnya. Perusahaan dari Amerika Serikat ini bahkan menyatakan telah bersiap untuk menghadapi hal apa pun yang mungkin menghantam ekonomi di masa depan.
"Airbnb didirikan selama resesi (pertumbuhan ekonomi negatif)," kata Kepala Eksekutif Airbnb, Brian Chesky dalam panggilan konferensi dengan para analis.
Kinerja AirBnb
Airbnb saat ini memasuki periode pertumbuhan dan profitabilitas, kata Brian Chesky. Perusahaan ini pada kuartal kedua tahun ini sanggup membukukan laba US$379 juta, atau berbalik dari rugi Rp68 juta tahun lalu.
Dari sisi top-line, pendapatan AirbnB pada periode sama mencapai US$2,1 miliar, atau meningkat 58 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Platform persewaan rumah ini mencatat pendapatan bersih sebesar US$379 juta. Torehan itu disebut-sebut sebagai kuartal kedua paling menguntungkan dalam sejarahnya.
“Selama puncak pandemi, kami membuat banyak pilihan sulit untuk mengurangi pengeluaran kami, menjadikan kami perusahaan yang lebih ramping dan lebih fokus," demikian pernyataan resmi Airbnb. "Perusahaan memiliki posisi yang baik untuk apa pun yang ada di depan."
Perusahaan memprediksi rekor pendapatan baru pada kuartal ketiga ini, yakni antara US$2,78 miliar sampai US$2,88 miliar. “Terlepas dari lingkungan ekonomi, tamu kami datang ke Airbnb karena mereka dapat menemukan nilai yang luar biasa, dan tuan rumah kami dapat memperoleh penghasilan tambahan,” ujarnya.
Optimisme tersebut muncul meskipun Airbnb menutup bisnisnya di Cina awal tahun ini . Situasi tersebut terjadi karena kebijakan karantina wilayah yang tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir di negara tersebut.
Airbnb pada Juli menghentikan pemesanan masa inap atau "pengalaman" pengunjung di Cina. Namun, perusahaan tersebut berfokus membantu orang-orang di negara tersebut dengan rencana perjalanan ke luar negeri.