Jakarta, FORTUNE - Bisnis Kawan Lama Group mulanya adalah toko perkakas dengan jenama utama ACE Hardware dan Krisbow. Kini, generasi ketiga sang perintis, Wong Jin, mengembangkan sayap bisnisnya dari e-commerce, properti hingga kuliner. Salah satunya adalah Devin Widya Krisnadi (32) penerima penghargaan Fortune Indonesia 40 Under 40 tahun 2024.
Sebagai CEO F&B Indonesia, Devin bertanggung jawab mengendalikan keseluruhan strategi pada lini bisnis makanan minuman di Kawan Lama Group. Ia membawahi lima jenama, yakni Chatime, Cupbop, Gindaco, Chatime Atealier dan Go! Go! Curry!.
Gerai Chatime pertama kali dihadirkan dari Taiwan ke Indonesia pada 2011 dan menjadi pelopor tren minuman teh susu dengan topping boba. Ia mengakui ini termasuk hal baru baginya, bahkan di lingkup Kawan Lama Group.
“Misalnya kita jual obeng, 10 tahun pun tidak akan rusak. Tapi di bisnis F&B, kita buat teh lalu saat memasak bubble-nya terlambat diangkat 10 detik saja, rasanya akan berbeda. Jadi industri ini ada seninya,” kata Devin.
Delapan tahun berkutat di sayap bisnis kuliner Kawan Lama, Devin mengamati bahwa konsumen Indonesia sangat terbuka dalam mencoba cita rasa baru. Karenanya, saat pasar sudah mengakrabi ayam goreng dan minuman ringan ala Amerika atau pizza Italia, Cupbop yang menyajikan Korean barbeque atau Gindaco dengan kudapan Takoyaki Jepangnya tetap dilarisi pembeli.
Apalagi, orang Indonesia membeli makanan dan minuman tak sekadar untuk mengisi perut melainkan sebagai bagian dari gaya hidup. Itulah mengapa F&B Indonesia tak hanya fokus mendatangkan jenama kuliner baru, tetapi juga memikirkan penyajiannya. Chatime misalnya, punya berbagai format gerai, dari kios hingga atealier yang lebih premium. Ada juga soulfull hub by f&b id, sebuah konsep restoran di mana konsumen bisa memesan ragam menu dari Cupbop, Chatime Atealier dan Go! Go! Curry! di satu lokasi.
Berada di perusahaan keluarga tak berarti kerja Devin bebas dari tantangan. Misalnya saja, banyak yang meragukannya saat akan memboyong Go! Go! Curry!.
“Top management kami, termasuk presiden direktur mempertanyakan. Tapi saya yakin bisa, karena masing-masing makanan unik,” ujarnya. Setahun berjalan, ia membuktikan bahwa keputusannya membawa cita rasa nasi kari asal Kanagawa, Jepang itu tak salah.
Melewati masa pagebluk
Tantangan lainnya adalah saat pagebluk. Devin masih ingat betul bagaimana ia dan timnya harus memutar otak agar transaksi tetap mengalir di tengah pembatasan sosial kala pandemi. Bagaimana tidak, restoran kala itu dilarang untuk menyediakan layanan dine-in, dan hanya bergantung pada layanan pesan antar.
“Restoran-restoran yang kami punya seperti Cupbop dan Gindaco itu tempat duduknya sampai benar-benar harus diangkat. Jadi, ya cukup stress juga,” kata Devin.
Harus menanggung hidup banyak karyawan, Devin tentu tak bisa tinggal diam. Manajemen akhirnya menggandeng perusahaan penyedia aplikasi, membuka jam operasional delivery order hingga dini hari, hingga menggelar beragam promosi. “Kami pernah coba buka sampai jam 03.00 pagi. Terus sempat juga kami jual Chatime seharga Rp5.000 per cup. Semua demi mendatangkan transaksi.”
Selama pandemi, operasional perusahaan berada pada mode survival. Semua ditujukan untuk bertahan. Manajemen pun menyisihkan rencana ekspansi dan target laba.
Model ekspansif
Penggemar racikan teh melati ini begitu menikmati profesinya. Sempat menjadi analis FedEx di Amerika Serikat, minatnya terhadap industri makanan dan minuman terus bertumbuh. Menurutnya, dengan populasi yang besar, potensi pasar industri ini di Indonesia tak akan surut.
Industri makanan dan minuman terbukti menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) industri makanan dan minuman tumbuh 4,62 persen (YoY) pada kuartal dua 2023. Bahkan, Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (Gapmmi) memproyeksikan pertumbuhan kinerja industri ini bisa mencapai 9 hingga 10 persen di 2024.
Bagaimanapun, Davin menyadari bahwa tidak ada industri yang kebal akan ketidakpastian. Meski demikian, ayah dari dua anak ini melihat tahun 2024 masih diliputi ketidakpastian, dari inflasi hingga dinamika tahun politik.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, ia merencanakan sejumlah Langkah untuk menangkap potensi pasar yang ada. Misalnya, Chatime akan meluncurkan kolaborasi khusus pada pertengahan 2024. Dan, untuk lebih banyak menggaet konsumen, Chatime bersiap untuk melebarkan sayap ekspansinya di delapan kota baru pada tahun ini. Sejumlah kota yang akan dipilih seperti Jayapura, Palangkaraya hingga Ternate.
Devin menyebut, hingga akhir 2023 lalu, Chatime telah hadir di 64 kota dengan jumlah lebih dari 420 gerai. Tak melulu fokus pada Chatime, Devin juga menggalakkan ekspansi bisnis Go! Go! Curry! yang baru saja menambah gerai di kota Bandung pada 2023 lalu.
“Pilar-pilar brand lainnya juga harus saling support. Sekarang Cupbop juga buka berdampingan dengan Chatime. Ini penetrasinya juga lumayan kencang tahun lalu,” kata Devin.
Tak sampai di situ, Devin juga mengungkap rencana untuk memboyong jenama kuliner baru dari luar negeri ke Indonesia, meski namanya masih dirahasiakan. Penasaran kisah lengkapnya? Simak di Majalah Fortune Indonesia Edisi Februari 2024!