Jakarta, FORTUNE - Pasar grosir digital (e-grocery) di Indonesia mulai menggeliat sejak gelombang COVID-19 menyapu Indonesia. Kenyataan itu akhirnya membuat para operator swalayan domestik melirik saluran penjualan daring, baik melalui pengembangan mandiri maupun berkolaborasi dengan platform digital raksasa.
Sebagai gambaran, studi Facebook dan Bain & Company (2020) memperkirakan nilai pasar e-grocery Asia Tenggara US$350 miliar. Sektor grosir daring juga diperkirakan bertumbuh lebih cepat (sekitar 32 persen) ketimbang segmen e-commerce lain pada periode 2020 dan 2025.
Mengutip laporan ISEAS dari TechWire, Bukalapak mencatat lonjakan permintaan produk bahan makanan harian secara signifikan di tengah pembatasan mobilitas konsumen.
Menurut lembaga konsultan industri ritel Institute of Grocery Distribution (IGD), Indonesia bakal masuk empat besar pasar grosir daring terbesar di Asia bersama Tiongkok, India, dan Jepang. Nantinya, penetrasi e-grocery akan meningkat dari 0,3 persen pada 2020 menjadi 0,5 persen pada 2022.
Investor pun berbondong-bondong mendanai startup di sektor grosir daring, seperti Sayurbox, HappyFresh, TaniHub, PasarNow, hingga Segari. Pada saat sama, pasar swalayan pun kini mempertimbangkan ruang digital sebagai saluran penjualan.
Contohnya, PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) yang 51 persen sahamnya diambil alih oleh PT Global Digital Niaga (Blibli) pada pertengahan September. Langkah itu bertujuan menumbuhkan bisnis kedua pihak, yang berhubungan dengan perkembangan pasar e-grocery saat ini.
Selain Blibli, GoTo juga menunjukkan minat ke pasar grosir digital tahun ini. Yang terbaru, perusahaan merger antara Gojek dan Tokopedia itu kabarnya akan berpartisipasi dalam peningkatan modal Hypermart milik PT Matahari Putra Prima (MPPA) Tbk—ritel grosir milik konglomerat Lippo Group.
1. Peningkatan Modal Hypermart untuk Investasi Penjualan Omnichannel
MPPA mengumumkan rencana peningkatan modal, Selasa (5/10). Penjualan daring yang melesat lebih dari empat kali lipat ketimbang 2020 mendorong Hypermart menambah permodalan.
“(Perseroan) meningkatkan modal dan bersiap untuk mengeksekusi rencana-rencana kami sambil terus berinovasi bagi konsumen Indonesia,” ujar CEO MPPA, Elliot Dickson, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (6/10).
Hypermart akan menggunakan modal teranyar untuk menjaga pertumbuhan, menumbuhkan pangsa pasar, menjalankan strategi ritel omnichannel, serta menguatkan neraca keuangan.
2. Keterlibatan GoTo dan MLPL
PT Multipolar Tbk. (MLPL) milik Lippo Group dan Grup GoTo akan berpartisipasi dalam peningkatan modal berbentuk penerbitan saham baru itu, yang dijadwalkan rampung pada kuartal IV-2021.
Sebelumnya, GoTo telah lebih dulu berinvestasi untuk MPPA melalui pembelian 4,76 persen saham milik MLPL oleh PT Pradipta Darpa Bangsa. Berdasarkan keterbukaan informasi MPPA pada Mei 2021, PT Pradipta Darpa Bangsa dimiliki oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (99,996 persen) dan PT Dompet Aplikasi Karya Anak Bangsa (0,004 persen).
Ketika mengungkapkan keterlibatan Gojek sebagai investor, Sekretaris MPPA, Danny Kojongian, menyebut, perseroan menargetkan penambahan modal di kisaran Rp500 miliar hingga Rp800 miliar lewat rights issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).
3. Dampak Kemitraan Hypermart dengan Gojek dan Tokopedia
Mengutip laman Nikkei Asia, Bos lippo Group, John Riady, mengatakan kemitraan antara MPPA dan perusahaan digital—termasuk Gojek dan Tokopedia—telah melambungkan penjualan daring dari nol menjadi 10 persen.
Saat ini, MPPA memiliki lebih dari 200 gerai di 72 kota, serta platform logistik dan distribusi nasional. Menurut riset NielsenIQ, jaringan ritel Lippo Group itu menguasai 25 persen pangsa pasar di kategori supermarket dan hipermarket. Bahkan, JPMorgan menjuluki Hypermart sebagai Walmart Indonesia.