Masuk Fortune 500, Ini Kisah Airbnb Lalui Badai Pandemi

Di awal pandemi, bisnis Airbnb tergerus 80 persen.

Masuk Fortune 500, Ini Kisah Airbnb Lalui Badai Pandemi
Ilustrasi Airbnb. (Shutterstock_Ralf Liebhold)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Airbnb masuk daftar Fortune 500, berisi 500 perusahaan terbesar di Amerika berdasarkan pendapatan tahunan. Di balik capaian itu, Airbnb telah melewati krisis pandemi hingga ancaman resesi.

Kilas balik ke Maret 2020, pembatasan wilayah dan mobilitas memangkas sekitar 80 persen bisnis Airbnb akibat anjloknya pemesanan. Tak ada yang tahu kapan mobilitas kembali normal saat itu, termasuk CEO Airbnb, Brian Chesky.

Ia dan tim bergerak cepat mengambil keputusan, walau harus ada yang dikorbankan. Tak sampai dua bulan setelah pagebluk, perusahaan memberhentikan seperempat karyawan.

Selama 15 tahun berdiri, Chesky mengaku itu salah satu masa terberat bagi perusahaan. Tapi mereka berhasil bertahan hidup, dengan merampingkan bisnis.

Sepanjang dua tahun lebih pandemi, Airbnb beralih dari bisnis yang menjual ‘pengalaman’ ke inti operasionalnya: mendukung tamu dan pemilik akomodasi. Selain itu, Airbnb juga menggali peluang di tengah tren bekerja dari mana saja dengan mengemas penginapannya dapat menjadi lokasi untuk bekerja jarak jauh. Bahkan, Airbnb menggelar IPO dan memperoleh valuasi lebih dari US$100 miliar pada Desember 2020.

“Menurut saya, kami adalah bisnis travel paling tangguh dan mudah beradaptasi karena berbentuk jaringan. Kami adalah komunitas dan pada dasarnya, komunitas itu tangguh,” kata Chesky, dilansir dari Fortune.com.

Hasil dari perubahan strategi Airbnb

Tahun ini, Airbnb masuk ke dalam daftar Fortune 500, tepatnya di nomor 450. Perusahaan itu menutup 2022 dengan pendapatan sejumlah US$8,4 miliar, rekor terbaru selama berdiri. Angka itu juga bertumbuh 40 persen dibandingkan pada 2021.

Total pesanan di platform mencapai 394 juta, melampaui rekor tertinggi perusahaan sebelum pandemi, yakni 327 juta pada 2019. Jumlah mitra pun melesat, yakni 900.000 mitra baru.

Kendati begitu, bukan berarti perusahaan sudah terbebas dari rintangan. Mereka juga masih harus memenuhi harapan investor yang tinggi.

Dibandingkan hotel, Airbnb menjanjikan satu keunggulan kepada investor: tak perlu mengeluarkan biaya pemeliharaan, yang seolah-olah langsung menghasilkan profitabilitas. Menurut Analis Deutsche Bank, Lee Horowitz, para investor sedang mencari sumber pertumbuhan top-line premium dengan arus kas dan margin yang masuk akal, serta sejalan dengan prinsip bisnis berkelanjutan menuju ekspansi margin dalam jangka waktu menengah hingga panjang.

Adapun, Airbnb sudah menghasilkan kenaikan arus kas bebas–kas setelah dikurangi biaya operasi dan belanja modal–dari negatif US$777,9 juta (2020) menjadi US$3,4 miliar pada 2022

Related Topics

AirbnbFortune 500

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024