Jakarta, FORTUNE - Profil perusahaan Vale Indonesia, ini salah satu poin yang mesti Anda ketahui, jika ingin menjadi investor publik ataupun karyawan di perusahaan pertambangan tersebut.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) telah berdiri selama 54 tahun. Tapi, perseroan baru masuk ke pasar modal pada 15 Mei 1990, di usianya yang ke-22. Melansir situs resmi, Rabu (7/12), wilayah konsesi Vale Indonesia mencapai 118.017 hektare, yang tersebar di Sulawesi Selatan (Sorowako, 70.566 hektare), Sulawesi Tengah (Bahodopi, 22.699 hektare), dan Sulawesi Tenggara (Suasua, 4.466 hektare; Pomalaa, 20.286 hektare).
Dalam kegiatan operasional, perseroan menambang nikel laterit guna memproduksi nikel dalam matte. Rerata volume produksinya 75.000 metrik ton setiap tahunnya. Khusus di Blok Sorowako, perseroan memanfaatkan teknologi peleburan bijih nikel laterit (pyrometalurgi).
Profil perusahaan Vale Indonesia: sejarah awal
Semua berawal dari eksplorasi di area Sulawesi bagian timur pada 1920-an, yang berlanjut pada kajian dan ekspansi. Waktu itu, Presiden Soekarno masih memimpin negeri ini. Circa 1968, Vale–yang awalnya bernama PT International Nickel Indonesia–mengantongi Kontrak Karya (KK). Itu izin pemerintah guna mengeksplorasi, menambang, dan mengolah bijih nikel. Dari situ, lahir-lah smelter Sorowako di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Pada 1970, Vale menghasilkan 50 ton sampel pertama dari bijih Sulawesi. Itu diterbangkan ke fasilitas penelitan Inco di Port Colborne, Ontario, Kanada. Hasil percobaan itu akhirnya bisa diolah. Tiga tahun setelahnya, perseroan pun mendirikan fasilitas pengolahan pyrometalurgi satu lini di Sorowako.
Pada 1977, pemerintah meresmikan fasilitas penambangan serta pabrik olahan nikel, serta mendirikan PLTA Larona–yang beroperasi pada 1979 dengan kapasitas 165 MW. Pada 1978, produksi komersial baru berjalan.
Pabrik kedua perseroan berdiri pada 1995 di Balambano, yang lantas beroperasi empat tahun kemudian, dengan kapasitas 110 MW. Kemudian, pada 1996, ada perubahan perjanjian dan perpanjangan KK. Dus, izin itu masih berlaku sampai 28 Desember 2025.
Inovasi terus berjalan, sampai akhirnya pada 2005 Vale menginstal perangkat bag house system di Tanur Listrik 3. Tujuannya? Menekan emisi debu dari fasilitas tersebut. Lebih lanjut, demi meehabilitasi lahan pascatambang, perseroan pun melakukan pembibitan tanaman di Sorowako pada 2006. Progam itu mampu menghasilkan 700.000 bibit tiap tahun.
Pada 2007, Vale mendirikan pembangkit listrik tenaga air ketiga, Karebbe. Pengoperasian fasilitas electrostatic precipitator juga berlangsung di tahun ini. PLTA Karebbe sendiri baru berjalan pada 2011 dengan kapasitas 90 WA. Di tahun ini, perseroan pun berganti nama dari Inco menjadi Vale Indonesia.
Memasuki 2014, perubahan KK kembali terjadi lewat renegosiasi, itu termasuk melepas sejumlah areal KK. Makanya, luasan wilayah KK terpangkas hingga tersisa 1,8 persen, yqkni 118.435 hektare; dari 6,6 juta hektare pada 1968.