Profil Lokananta, Perusahaan Rekaman Negara yang Baru Direvitalisasi
Perusahaan rekaman milik negara yang jadi saksi sejarah.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian BUMN menghidupkan kembali perusahaan rekaman milik negara, Lokananta, yang berlokasi di Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengatakan inisiatif ini muncul ketika dirinya prihatin dengan kondisi Lokananta yang merupakan salah satu aset negara dan punya nilai historis tinggi. “Melalui program optimalisasi aset di BUMN, Lokananta kita revitalisasi agar dapat memberikan manfaat dan dampak bagi masyarakat,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Kementerian BUMN, Kamis (8/6).
Pada 2022, Kementerian BUMN melalui PT Danereksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) melakukan revitalisasi Lokananta yang memiliki luas area 2,1 hektar. Pembangunan fisik Lokananta dimulai pada November 2022 yang ditandai dengan perhelatan Lokananta Reload pada tanggal 27 November 2022, dan dapat diselesaikan dalam waktu hanya enam bulan.
Erick berharap, Lokananta bisa jadi penyambung antar generasi, dari para musisi senior, hingga para musisi muda yang potensial untuk dikembangkan bakatnya. “Gunakan untuk berkolaborasi dan berkarya, sehingga Lokananta dapat memberikan dampak sosial, ekonomi, dan pelestarian budaya Indonesia,” katanya.
Sekelumit sejarah
Mengutip Kementerian BUMN, Lokananta adalah perusahaan rekaman pertama dan terbesar di Indonesia yang didirikan oleh R Maladi pada 1956. Perusahaan ini adalah salah satu titik mula industri musik di Indonesia.
Lokananta sempat mengalami kejayaan pada sekitar 1970-1980-an dengan mengorbitkan sejumlah legenda musik Indonesia, mulai dari Gesang, Waldjinah, Bing Slamet, Titiek Puspa, dan Sam Saimun. Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi, Lokananta sempat tertinggal sampai vakum dan terbengkalai pada era 1990-an.
Tak hanya bernilai sebagai sebuah usaha rekaman yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, namun Lokananta adalah saksi perjalanan sejarah Indonesia, terutama yang berkaitan dengan audio dan musik. Perusahaan ini menyimpan lebih dari 40.000 piringan hitam, termasuk rekaman lagu ‘Indonesia Raya’ yang pertama. Selain itu, di Lokananta, tersimpan master rekaman berbagai pidato Presiden Soekarno, yang salah satunya adalah rekaman asli pidato Proklamasi.
Chief Executive Officer Lokananta, Wendi Putranto, menyampaikan sebuah fakta unik bahwa suara Presiden Pertama RI Sukarno membacakan teks naskah Proklamasi, yang kerap didengar selama ini bukan dari tahun 1945, melainkan sekitar tahun 1951.
“Awalnya Bung Karno keberatan, proklamasi tidak boleh diulang, tetapi karena kita tidak punya catatan, dan dokumentasi saat proklamasi digaungkan akhirnya Bung Karno diundang ke RRI untuk merekam, hasil rekamannya kemudian dikirim ke sini ke Lokananta, dan digandakan ke Lokananta menjadi piringan hitam," kata Wendi.
Lokananta masa kini
Kementerian BUMN pun hadir dan merevitalisasi Lokananta. Tak hanya sebagai sentra komunitas musik Indonesia, namun juga pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. “Saya meminta Danareksa dan PPA untuk menyiapkan model bisnis yang berkelanjutan, sehingga Lokananta dapat memiliki fondasi yang kokoh untuk dapat terus eksis dan relevan di masa depan,” kata Menteri Erick.
Lokananta versi baru kini memiliki Lima Pilar Utama, yaitu Museum/Galeri Studio Rekaman, Arena Pertunjukan, Area Kuliner, dan Galeri UMKM. Langkah revitalisasi dan optimalisasi Lokananta juga selaras dan didukung penuh oleh Pemerintah Kota Surakarta di mana Lokananta menjadi salah satu dari 17 Prioritas Pembangunan Kota Surakarta.
Wendi Putranto menambahkan, bahwa di Lokananta nantinya akan ada banyak pertunjukan musik. Selain itu, Galeri Lokananta menghadirkan dua pameran, pertama pemaran lini masa Lokananta; dan yang kedua adalah pameran Lokananta remastered, termasuk ruang Proklamasi. “Bagi pengunjung yang ingin tahu sejarah musik Indonesia dari tahun 1950-an sampai tahun 1990-an bisa datang ke Lokananta bisa melihat galeri Lokananta,” katanya.